Skip to main content

6 Alasan Yang Membuat Anak SUPM Layak Jadi Pemimpin

Secara konstitusional maupun nonkonstitusional, politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan.

Tak sedikit di antara mereka yang haus akan kekuasaan, berlomba-lomba untuk bisa jadi pemimpin. Tak peduli asalnya dari mana, tak penting latar belakangnya apa. Karena syarat jadi calon penguasa tidak pernah mempertanyakan asalnya dari mana? Kuliah lulusan apa? Atau wawasannya apa saja? Yang penting bisa jadi penguasa, apapun caranya itu.

'Ehem.'

Bermacam sudut pandang mengatakan, bahwa untuk jadi seorang pemimpin tentunya diperlukan wawasan yang luas, ulet, kompeten, bertanggung jawab, plus dukungan penuh oleh orang-orang yang akan dipimpin. 

Itu bukanlah perkara yang mudah. Banyak terjadi di dunia perpolitikan, pemimpin-pemimpin yang hadir, jauh dari apa yang kita harapkan, seringkali kacang lupa dengan kulitnya. Berbeda jauh dengan anak-anak SUPM, yang tetap ingat dan mengayomi bawahannya, meski jarak umur berpuluh tahun sekalipun.

Ya sudahlah! Dunia politik begitu-begitu saja, karena memang demikian adanya. Mereka tidak pernah berpikir, bahwa anak-anak SUPM lebih layak jadi pemimpin dibandingkan mereka. Kenapa?


Terbiasa menghadapi tekanan bersama-sama

Bukan anak SUPM namanya jika bebas dari tekanan. Bukan anak SUPM namanya jika tak bisa bersabar dengan tekanan. Jangankan tekanan dikejar-kejar waktu karena aktifitas asrama  yang padat, tekanan bathin lantaran kerasnya hidup pun siap mereka jalani.

Adakah lulusan lain yang pernah merasakan semua tekanan itu? 

'Walla hu alam.'

Jam 4 pagi sudah ditunggu azan subuh, si junior tidak lupa membangunkan teman-teman yang masih ketiduran. Walau lelah di sekujur tubuh, walau mulut menguap tak terhitung, tetap ke mushola dengan langkah sempoyongan. Selesai sholat harus bisa jadi penceramah, tak ada kata penolakan, tak ada alasan tak bisa. Meski judul ceramah itu lagi dan itu lagi, semua berlaku untuk junior manapun juga.  

Berlanjut lari pagi dengan teriakan serentak nan menggema. Teriakan itu semakin keras seperti serdadu yang siap perang. Mereka  menyambut pagi dengan hayalan tingkat tinggi.

Mandi pagi si  junior masih berbarengan melakukan bersama-sama, tak ada pembatas antara si kaya dengan si miskin, tak ada pembeda antara yang Islam dengan yang bukan. Semua mandi di bak penampungan asrama atau ke sungai yang ada dekat asrama. Jangankan odol ataupun sabun mandi, handuk pun mereka gunakan bersama-sama. Tak ada rotan akar pun jadi, tak ada handuk sprey pun jadi. Belum kering air di badan, lonceng makan pagi pun sudah berbunyi.

Mereka bergegas bersiap diri, resleting celana pun naik sambil berlarian. Dan akan ada di antara mereka dipanggil senior untuk merapikan ruang kamarnya senior. Kamar senior selesai dirapikan, kantin asrama sudah menjelang bubar. Malang nasib junior, jatah makan pagi hilang lantaran telat. Belum lagi ada hukuman push up di apel pagi. Belajar di ruang kelas mulut nguap-nguapan, dan perut sudah mulai keroncongan. 

'Ah, cukup kita saja yang tahu. Rasanya tak perlu saya lanjutkan.'

Intinya sangat layak anak SUPM jadi pemimpin bukan? Karena terbiasa menghadapi tekanan waktu bersama-sama. Apa jadinya jika seorang pemimpin menghadapi tekanan seorang diri? Bisa-bisa lari dari kenyaataan.


Ahli dalam berdebat

Pernahkah anda melihat calon pemimpin berdebat di tivi-tivi, tentunya pernah bukan? Yang satu merasa pintar, dan yang satu lagi tidak mau diremehkan.

Nah, anak SUPM juga bisa jadi calon pemimpin yang seperti itu. Mereka sudah terbiasa dengan dunia perdebatan. Kejadiannya tidak lain dan tidak bukan adalah di ruang kelas ketika guru sedang tidak masuk kelas. Keriuhhan di ruang kelas tak kalah hebat dibandingkan perdebatan di tivi-tivi itu.

Siswa yang duduk di belakang kelas memperdebatkan mana yang lebih jago antara Real Madrid dengan  Barcelona, siswa  yang duduk di depan kelas memperdebatkan mana yang lebih cantik antara cewek perawat dengan cewek SMU, dan bagian tengah memperdebatkan mana yang lebih baik antara polisi dengan tentara, kebetulan bapak mereka ada yang bekerja di posisi itu.  Dan di akhir perdebatan, mereka kembali tertawa seperti yang ada di tivi-tivi itu.  


Cepat mengambil keputusan

Ketika seorang pemimpim punya ide dan gagasan, seorang pemimpin harus mampu menyimpulkan apa yang menjadi buah pikirnya, kemudian diinstruksikan kepada bawahan untuk segera dilaksanakan.

Begitulah anak SUPM ketika sudah menginjak tangga tahta kesenioran. Ketika ada sesuatu hal yang dirasa perlu untuk disampaikan, senior tak segan-segannya mengumpulkan para junior di lorong asrama. Jangan coba-coba untuk tidak ikut dalam introgasi itu, akan tahu sendiri apa akibatnya. Karena senior SUPM memiliki keputusan yang sangat tegas. Lorong asrama jadi saksi ceramah panjang, tak peduli apa yang disampaikan itu benar atau salah. Yang penting punya keputusan.

'Bener, gak? Bener, doong.'

Apabila keputusan yang diambil berujung dengan tindakan yang salah, sang senior sudah siap dengan segala kemungkinan: siap dengan hujat dan kritikan, siap diberhentikan dari sekolah, dan memang harusnya pemimpin seperti itu.

'Ehem.'

Terbiasa punya hutang

Menjadi seorang pemimpin akan banyak menjanjikan akan materi. Proyek negara siapa lagi yang akan mengalokasikan dana negara kalau bukan pihak yang memimpin. Dan terlaksananya sebuah proyek itu, siapa lagi yang akan jadi ujung tombaknya kalau bukan seorang pemimpin.

Tapi pernahkah terlintas dipikiran kita jadi pemimpin itu punya banyak hutang?

Sudah jadi rahasia umum, bahwa jadi pemimpin di negara ini dibutuhkan banyak uang, bukan sekedar pengalaman ataupun jam terbang semata.

Baru-baru ini kita lihat di berita, ada bakal calon pemimpin yang sudah siap jual-jual barang untuk biaya pencalonan dirinya. Dari mana mereka akan mengembalikan uang mereka yang hilang? 

'Tanyakanlah pada rumput yang bergoyang!'

Nah, kehidupan anak SUPM juga tak lepas dari hutang. Data itu bisa kita lihat tingkat keakuratannya di OJK (Bukan Otoritas Jasa Keuangan), tapi OJK = Otoritas Jomadin Kedai. Hutang-hutang anak-anak SUPM lebih dominan dibandingkan hutang-hutang warga setempat. 

Tapi yang membedakan hutang pemimpin di tivi itu dengan hutang anak SUPM adalah berdasarkan tujuannya. Ada banyak pemimpin bertujuan untuk  jadi penguasa dan memperkaya diri, sementara hutang anak SUPM disebabkan oleh uang jajan pemberian orang tua yang tidak mencukupi. Atau jika bagi mereka yang sudah menerima kecukupan uang, bisa jadi uang itu digunakan untuk ngapelin doi ketika libur minggu tiba.

Di sini anak SUPM lebih layak jadi pemimpin. Karena hadirnya hutang berdasarkan tujuan yang berbeda: Banyak pemimpin bertujuan untuk memperkaya diri dari uang rakyat. Sementara hutang anak SUPM ada lantaran pemberian dari orang tua yang tidak mencukupi, jeleknya mungkin digunakan untuk biaya malam minggu dengan si doi.

Tapi yang perlu digaris bawahi, seperti apapun kerasnya kehidupan asrama, untuk membayar hutang-hutang itu tidak pernah menggunakan uang dari rakyat. Eh, maksudnya uang dari junior.

'Cakeeep.'


Ada miting terbuka dan miting tertutup

Ketika situasi perpolitikan masih adem-adem sari alias aman-aman saja, seorang pimpinan akan memilih mengadakan miting di hadapan jurnalis demi publikasi massa. Tapi ketika situasi sudah genting, yang sifatnya rahasia, jangan harap para jurnalis bisa meliput apa yang mereka bicarakan. Akan ada istilah kita lihat di tivi-tivi dengan bahasa “Pertemuan tertutup”, lantaran tidak ingin diketahui oleh para wartawan.

Begitu juga dengan  anak SUPM,  ketika situasi asrama masih adem-adem sari, pertemuan cukup di adakan di ruang kelas, atau ngopi-ngopi ganteng di warung warga. Tapi ketika situasi asrama sedang rumit, maka perkumpulan dan pertemuan diadakan di rumah penduduk yang jauh dari pengawasan.

Sekarang publik baru sadar, sebenarnya anak SUPM lebih pintar menjaga kestabilitasan negara. Eh, salah lagi. Maksudnya kestabilitasan asrama.


Mampu mencari solusi di saat panik

Dan alasan terakhir yang membuat anak SUPM layak jadi pemimpin adalah mampu mencari solusi di saat panik. Contoh kecilnya adalah saat menghadapi ujian semester, dimana seorang siswa diwajibkan melengkapi atribut sebelum masuk ruang ujian, termasuk kaos kaki.

Siswa sekolah lain mungkin akan meminta uang kepada orang tuanya apabila sebelah kaos kakinya hilang. Tapi tidak dengan anak SUPM, mereka akan mencari akal bagaimana satu kaos kaki bisa menjadi sepasang kaos kaki. Satu kaos kaki dipotong dua, bagian ujung kaos kaki juga dipotong, "Ahaii," jadilah sepasang kaos kaki, dan mengenakannya cukup sampai pergelangan kaki.

Ya... begitulah harusnya pemimpin di saat panik,  harus banyak strategi di saat genting, yang penting situasi aman. 

'Hahihuheho.'

Ini adalah sebuah tanda-tanda bagaimana seorang calon pemimpin mampu menghadapi masalah. Jika perpolitikan dunia banyak diwarnai bermacam akal-akalan, anak SUPM juga tak kalah lihai dalam hal itu. 

'Jangankan kalah, podose tak nio e doh.' 

Poto: Rozi Andria


Ini serius, satu hal yang tak kalah penting dari semua hal di atas ialah, jadi pemimpin di negeri ini tidak hanya memimpin apa yang ada di daratan, tapi juga apa yang ada di lautan. Dan anak SUPM sangat faham akan kedua hal itu, karena hidup di dua alam yang berbeda. Yaitu, lautan dan luasnya samudra.
lain kali, kalau jadi pemimpin jangan hanya jalan-jalan di darat saja. Sekali-kali jalan-jalan ke laut juga, dong!

'Oh, iya. Dilaut tidak ada kamera, yang ada hanya ikan tuna. Ai laf yu, pemimpin😚'



Salam Kompak Untuk Seluruh SUPM 
(Penghuni Dua Alam Yang Berbeda) 

 

 

 


 



Popular posts from this blog

Rotan Itu Hanya Melengkung, Bukan Patah! |Adosinfo

By: DR Taktik dan siasat tidak hanya berlaku dalam politik. Tapi juga dalam hal lainnya, termasuk dalam dunia usaha, yang menggunakan bermacam cara untuk mencari keuntungan lebih. Itu hal positif selama dilakukan dengan cara yang positif pula. Tapi apa jadinya jika siasat itu dilakukan dengan cara yang tidak transfaran, penuh kecurangan. Mungkin gelagat pecundang bisa tak terlihat saat kebohongan ia lakukan. Nyalinya tak gemetaran ketika ada sesuatu hal yang diperdebatkan. Tapi bagi seorang pemenang, harus mampu membaca arah siasat buruk itu, untuk menyiapkan siasat lainnya, agar tidak merasa dirugikan. Tak perlu berargumen panjang lebar untuk menguji sebuah kebenaran. Tak perlu menggunakan kedua tangan untuk meruntuhkan kokohnya sebuah komitmen, selama hal itu masih berlaku untuk hal-hal yang positif. Satu hal yang perlu difahami: Rotan itu hanya melengkung, bukan patah!! Hanya kelapukkan yang bisa mematahkan rotan. Tunggulah rotan itu lapuk pada waktunya.

Hiduplah Seperti Kereta Berjalan | Adosinfo

Hidup akan terus berjalan, tapi banyak hal yang perlu kita ketahui bagaimana mestinya menjalani hidup semestinya? Karena yang namanya hidup tidak lepas dari ujian ataupun cobaan. Walau adakalanya hidup menerima puja dan pujian, hidup tidak lepas dari caci dan hinaan. Bergantung atas apa yang telah kita perbuat di muka bumi ini, dan bergantung bagaimana sudut pandang orang-orang yang menilai kita.  Ya… begitulah hidup, tidak semua keinginan mampu kita wujudkan, lantaran hidup ini akan ada liku dan jalan terjal. Hidup butuh inspirasi dan motivasi untuk meraih sesuatu. Tapi hidup ini terlalu terbalut angan bila hanya terinspirasi oleh kisah kesuksesan seseorang, atau termotivasi oleh omongan seseorang yang memang ahlinya sebagai motivator ulung, yang mampu merangkai kata demi kata. Kita mesti bijak menyikapi sebuah inspirasi dan motivasi. Karena cerita orang sukses akan tetap jadi cerita yang menggiurkan, bila memang mereka mampu meraih kesuksesan dalam hidup mereka. Tapi bila mere