Mendekati aktifitas apel pagi, segera kami simpan peralatan makan ke lemari pakaian masing-masing, merapikan kamar senior, merapikan kamar sendiri, sebentar lalu buang air kecil ke toilet, lonceng apel pagi pun sudah kedengaran di telinga kami.
‘Apel pagiii!’
Semua berlarian pontang panting mengenakan seragam lengkap taruna. Tak sedikit di antara kami menaikan resleting celana sambil berlarian. Mereka yang senior, bisa sedikit bersantai sambil menghisap rokok. Andaipun mereka telat berbaris di halaman sekolah, selain guru piket tidak akan ada yang bisa menghukum mereka. Mereka punya akal-akalan menyelamatkan absen teman mereka. Sementara kami, mesti disiplin dengan waktu, patuh terhadap aturan guru-guru, yang lebih wajib lagi, tunduk dengan segala kemauan senior.
Bukan Mister Kapinding namanya, jika tak berleha-leha di setiap aktifitas sekolah. Semua siswa sudah bersiap melaksanakan apel pagi, Mister Kapinding masih mondar mandir di lorong asrama, cuek bebek mengenakan handuk di pinggangnya, pamer otot yang gedennya tak seberapa.
Sepintas lalu, sedang bergegas berlarian menuju apel pagi, Mister Kapinding menepuk punggungku dari belakang.
‘Kamu, ke sini bentar!’
‘Ya, Bang,’ jawabku.
‘Ambilin kolor Abang di jemuran, dong!’ Sambil garuk-garuk paha.
‘Yang mano, Bang?’ tanyaku.
‘Itu… di jemuran depan. Warna ijo!’
Bingung setengah mati dengan maunya Mister Kapinding. Karena begitu banyak “kolor ijo” berjejeran di depan asrama, persis sepertii kolor-kolor bekas yang dijual orang di pasar loak. Tak sedikit juga kolor compangcamping bergelantungan seperti layang-layang putus di kabel listrik.
Sedang kebingungan memilah-milah kolor yang mana, teriakan Mister kapinding sudah mengaung dari teras asrama.
‘Oii, kamu ngapain? Bisa cepat, ga?’
‘Yang mano, Bang?’ tanyaku.
‘Itu, warna ijo... yang pojok kanan... Merek jitimen...!’
'Haaaah, apa, Bang?'
'Jitimen... jitimen.'
‘Laah, itukan kolor awak, Bang,’ kataku.
‘Owh, punya kamu, ya? Ya sudah, pinjam dulu. Cepat, cepat!’
Kolor GT Manku melayang ke tangan Mister Kapinding. Seumur-umur, cuma itu kolor mahal yang pernah aku pakai. Bukan kolor tiga sepuluh ribu di pasar loak.
‘Dasar Mister Kapinding, ndak punyak otak. Tinggal di asrama ndak punya modal?’ Ya, lagi-lagi cuma bisa kesal dalam hati.
Aku serahkan kolor GT-Manku sambil mengurut dada. Meski ada kata-kata “pinjam dulu”, jangan harap kolor itu bakal kembali sampai tujuh keturunan. Aku juga masih pikir-pikir pakai kolor bekas pantat yang tak jelas kebersihannya.
Semakin sial lagi, karena telat berbaris di halaman sekolah, guru piket menghukum aku lari keliling lapangan, push up 100 kali, lompat kodok sampai ke ruangan kelas.
Nafasku jadi ngos-ngosan di ruang kelas, baju basah kering di badan, perut pun sudah mulai keroncongan. Bagaimana bisa belajar dengan tenang?
Bu Rosna, guru Bahasa Inggris sibuk menjelaskan materi pelajaran di papan tulis, aku duduk dengan nguap-nguapan di kursi belajar.
Teman-teman yang lain sibuk menghafal nama lengkap senior, nama panggilan senior, dan jurusan senior di kertas absensi. Tapi tidak ada tercantum pacar Mister Kapinding yang terkenal seperti Meriam Belina, atau nenek Mister Kapinding yang sudah jadi legenda seperi Mpok Nori.
Doni Romiza
Lanjut⬅Geser Layar HP Ke Kiri
‘Apel pagiii!’
Semua berlarian pontang panting mengenakan seragam lengkap taruna. Tak sedikit di antara kami menaikan resleting celana sambil berlarian. Mereka yang senior, bisa sedikit bersantai sambil menghisap rokok. Andaipun mereka telat berbaris di halaman sekolah, selain guru piket tidak akan ada yang bisa menghukum mereka. Mereka punya akal-akalan menyelamatkan absen teman mereka. Sementara kami, mesti disiplin dengan waktu, patuh terhadap aturan guru-guru, yang lebih wajib lagi, tunduk dengan segala kemauan senior.
Bukan Mister Kapinding namanya, jika tak berleha-leha di setiap aktifitas sekolah. Semua siswa sudah bersiap melaksanakan apel pagi, Mister Kapinding masih mondar mandir di lorong asrama, cuek bebek mengenakan handuk di pinggangnya, pamer otot yang gedennya tak seberapa.
Sepintas lalu, sedang bergegas berlarian menuju apel pagi, Mister Kapinding menepuk punggungku dari belakang.
‘Kamu, ke sini bentar!’
‘Ya, Bang,’ jawabku.
‘Ambilin kolor Abang di jemuran, dong!’ Sambil garuk-garuk paha.
‘Yang mano, Bang?’ tanyaku.
‘Itu… di jemuran depan. Warna ijo!’
Bingung setengah mati dengan maunya Mister Kapinding. Karena begitu banyak “kolor ijo” berjejeran di depan asrama, persis sepertii kolor-kolor bekas yang dijual orang di pasar loak. Tak sedikit juga kolor compangcamping bergelantungan seperti layang-layang putus di kabel listrik.
Sedang kebingungan memilah-milah kolor yang mana, teriakan Mister kapinding sudah mengaung dari teras asrama.
‘Oii, kamu ngapain? Bisa cepat, ga?’
‘Yang mano, Bang?’ tanyaku.
‘Itu, warna ijo... yang pojok kanan... Merek jitimen...!’
'Haaaah, apa, Bang?'
'Jitimen... jitimen.'
‘Laah, itukan kolor awak, Bang,’ kataku.
‘Owh, punya kamu, ya? Ya sudah, pinjam dulu. Cepat, cepat!’
Kolor GT Manku melayang ke tangan Mister Kapinding. Seumur-umur, cuma itu kolor mahal yang pernah aku pakai. Bukan kolor tiga sepuluh ribu di pasar loak.
‘Dasar Mister Kapinding, ndak punyak otak. Tinggal di asrama ndak punya modal?’ Ya, lagi-lagi cuma bisa kesal dalam hati.
Aku serahkan kolor GT-Manku sambil mengurut dada. Meski ada kata-kata “pinjam dulu”, jangan harap kolor itu bakal kembali sampai tujuh keturunan. Aku juga masih pikir-pikir pakai kolor bekas pantat yang tak jelas kebersihannya.
Semakin sial lagi, karena telat berbaris di halaman sekolah, guru piket menghukum aku lari keliling lapangan, push up 100 kali, lompat kodok sampai ke ruangan kelas.
Nafasku jadi ngos-ngosan di ruang kelas, baju basah kering di badan, perut pun sudah mulai keroncongan. Bagaimana bisa belajar dengan tenang?
Bu Rosna, guru Bahasa Inggris sibuk menjelaskan materi pelajaran di papan tulis, aku duduk dengan nguap-nguapan di kursi belajar.
Teman-teman yang lain sibuk menghafal nama lengkap senior, nama panggilan senior, dan jurusan senior di kertas absensi. Tapi tidak ada tercantum pacar Mister Kapinding yang terkenal seperti Meriam Belina, atau nenek Mister Kapinding yang sudah jadi legenda seperi Mpok Nori.
Doni Romiza
Lanjut⬅Geser Layar HP Ke Kiri