Bukanlah cerita Siti Nurbaya yang diambang ketakutan tentang perjodohannya dengan Datuk Maringgi. Cerita yang melegenda karena dilema antara kemauan orang tua dengan pilihan hati.
Ini hanyalah cerita cinta iseng semata untuk menghindari label pria dan wanita tidak laku di usia yang masih muda. Konsekuensi yang selalu terjadi di asrama akan jadi cemoohan apabila tidak sanggup mendapatkan pria atau wanita yang pernah jadi incaran.
Sering gagal menundukkan hati Winda, bukanlah akhir dari petualangan cinta Ajo. Sudah sebulan lebih, dengan berulang kali, Ajo mencoba peruntungan isengnya untuk menembak Winda, teman sekelas yang juga sering putus nyambung dengan teman yang lain bernama Banawi.
‘Win, kamu udah putus sama Banawi, kan? Gimana kalau kita jadian, sajo?
‘Hmm,’ Winda pikir-pikir.
‘Sudahlah Win, jemuran sajo dibiarkan berlama-lama bisa hilang, apolagi perasaan, asyik,’ Ajo mengancam sambil manggut-manggut.
Jika cinta diawali dengan keisengan semata, maka hubungan itu berlaku hanya di kawasan asrama saja. Di luar, Up to youlah! Tak ada yang merasa keberatan jika pasangan mereka memiliki pacar lain di luar asrama. Yang penting saling menghargai satu sama lain, dan tidak umbar kemesraan ketika berpapasan.
Winda tipe perempuan yang blak-blakan, cengar-cengir dia menjawab.
‘Aku ndak suka kamu. Aku sukanya sama Banawi. Dia lebih panjang.’
Ajo kaget, ‘Lah, panjang aponyo?’ tanya Ajo.
‘Maksudku, panjang badannyo,’ kata Winda, dan dia melanjutkan penjelasannya sambil menghitung-hitung kelebihan Banawi.
'Banawi itu lebih tinggi, putih, ganteng, kalem. Ndak kayak kamu.'
Sejenak percakapan mereka terhenti, Banawi nongol di hadapan mereka dengan berwajah kalem yang sedang dibalut selempang perwira jaga. Spontan Winda memanggil Banawi.
‘Banawiiiii, pacaran, yukk!’
‘Udahh, pacaran dulu sama Ajo. Nanti kalau sudah putus, kabari sajo!’ jawab Banawi tanpa menoleh Winda sedikit pun juga.
‘Ookeeee,’ sahut Winda datar.
Banawi telah menolak Winda, Ajo senang bukan kepalang. Saat itu juga mereka langsung jadian, dan mulai pegang-pegangan tangan di tembok asmara.
‘Kamu kenapo suka aku?’ tanya Winda.
‘Cantik,’ jawab Ajo.
‘Hmmm, kalau kekurangan aku, apo?’ tanya Winda lagi.
‘Agak bulat,’ jawab Ajo.
‘Iiiiiih, kamu gitu,’ Jawab Winda.
‘Kalau kamu, kenapo suka sama aku?’ tanya Ajo.
‘Kenapo, yo? Padahal, kulihat kamu ndak ada bagus-bagusnyo,’ kata Winda.
‘Kalau gitu, berarti aku banyak kurangnyo, dong?’ tanya Ajo.
‘Ya elaaaaa, semua orang juga tau siapo kamu, Jo. Angin berembus di ngulang-ngulang. Badan kurus tinggal tulang. Haaaa.'
‘Yang benar, dong!’ kata Ajo, dan dia mencubit pipi Winda, ‘Tak cium, ntar,’ kata Ajo.
‘Ku jitak palamu,’ kata Winda.
Tak sadar bercanda gurau sampai jam 11.00 malam, Pak Qodir, guru piket malam itu mempergoti drama pacaran iseng mereka. Dengan suara sedikit mendengung ke hidung, Pak Qodir menegur di belakang mereka.
‘Khalian ghak tau haturan? Apa ghak mahu dihatur?’
Mereka berdua hanya bisa terdiam, tidak tahu apa yang mesti mereka jawab. Karena sebelum jam 11.00 malam, seluruh siswa dan siswi diwajibkan masuk ke asrama masing-masing, dan tidak diizinkan lagi keluyuran di luar asrama.
Keluyuran di luar asrama, berarti melanggar aturan yang ditetapkan pihak sekolah. Berani berbuat, harus berani menanggung konsekwensi yang ada.
Kedua insan yang sedang dilanda cinta iseng ala asrama itu, menerima hukuman dari Pak Qodir, diborgol berpasangan di tiang bendera, hingga tengah malam.
Mereka saling tuduh dan menyalahkan di tiang bendera. Winda bilang, ‘Ini gara-gara kamu. Ngajak ngobrol malam-malam, kayak ndak ado waktu lain sajo.’
Ajo menjawab, ‘Yo, ndak lah. Kamu yang salah, mikirnyo kelamaan. Coba dari awal kamu terima aku, ndak gini jadinyo, kan?’
Winda tak terima disalahkan, ‘Pokoknya kamu yang salah, udah jelek, kurus tinggal tulang, bawa sial lagi. Trus…,’
‘La la la lah, kenapo bawa-bawa kurus?’ Ajo langsung memotong penghinaan Winda, dan menegaskan, ‘Kamu yang salah.’
‘Kamu.’
‘Kamu.’
‘Kamu.’
‘Kamu.’
‘Putussssssss! Kamu pembawa sial,’ teriak Winda.
Sial nasib Ajo. Kencan berawal dari tembok asmara, empat jam kemudian harus berakhir di tiang bendera. Dan lebih menyedihkan lagi, Winda langsung berpindah ke lain hati, yang tak lain dan tak bukan adalah teman sendiri, Banawi.
Dari lorong asrama, teman-teman sudah menunggu kehadiran Ajo, mempersiapkan surprise untuk dia. Sampai di lorong asrama, Ajo yang biasanya dieluk-elukan atas kemampuannya melakukan sesuatu, bukannya menerima ucapan selamat dari teman-teman, malah menerima ledekan dengan cara meniru tertawa dia yang keras dan panjang.
‘Ayaiyaiyayaiyaie. Hahaaaaaaa,’
Hingga seisi asrama pun tahu ketika dia menerima balasan ledekan tawa dari yang lain.
Cinta berawal dari keisengan semata, maka hubungan itu tidak pernah bertahan lama. Hubungan berakhir hari ini, esok sudah pasti akan ada penggantinya. Pagar makan tanaman kerap terjadi. Dan siswi harus siap disebut "Si Piala Bergilir".
Bersambung
(+Potongan)
Bila ada kesamaan tokoh dan tempat, itu hanya kebetulan saja😁
Doni Romiza
Ini hanyalah cerita cinta iseng semata untuk menghindari label pria dan wanita tidak laku di usia yang masih muda. Konsekuensi yang selalu terjadi di asrama akan jadi cemoohan apabila tidak sanggup mendapatkan pria atau wanita yang pernah jadi incaran.
Sering gagal menundukkan hati Winda, bukanlah akhir dari petualangan cinta Ajo. Sudah sebulan lebih, dengan berulang kali, Ajo mencoba peruntungan isengnya untuk menembak Winda, teman sekelas yang juga sering putus nyambung dengan teman yang lain bernama Banawi.
‘Win, kamu udah putus sama Banawi, kan? Gimana kalau kita jadian, sajo?
‘Hmm,’ Winda pikir-pikir.
‘Sudahlah Win, jemuran sajo dibiarkan berlama-lama bisa hilang, apolagi perasaan, asyik,’ Ajo mengancam sambil manggut-manggut.
Jika cinta diawali dengan keisengan semata, maka hubungan itu berlaku hanya di kawasan asrama saja. Di luar, Up to youlah! Tak ada yang merasa keberatan jika pasangan mereka memiliki pacar lain di luar asrama. Yang penting saling menghargai satu sama lain, dan tidak umbar kemesraan ketika berpapasan.
Winda tipe perempuan yang blak-blakan, cengar-cengir dia menjawab.
‘Aku ndak suka kamu. Aku sukanya sama Banawi. Dia lebih panjang.’
Ajo kaget, ‘Lah, panjang aponyo?’ tanya Ajo.
‘Maksudku, panjang badannyo,’ kata Winda, dan dia melanjutkan penjelasannya sambil menghitung-hitung kelebihan Banawi.
'Banawi itu lebih tinggi, putih, ganteng, kalem. Ndak kayak kamu.'
Sejenak percakapan mereka terhenti, Banawi nongol di hadapan mereka dengan berwajah kalem yang sedang dibalut selempang perwira jaga. Spontan Winda memanggil Banawi.
‘Banawiiiii, pacaran, yukk!’
‘Udahh, pacaran dulu sama Ajo. Nanti kalau sudah putus, kabari sajo!’ jawab Banawi tanpa menoleh Winda sedikit pun juga.
‘Ookeeee,’ sahut Winda datar.
Banawi telah menolak Winda, Ajo senang bukan kepalang. Saat itu juga mereka langsung jadian, dan mulai pegang-pegangan tangan di tembok asmara.
‘Kamu kenapo suka aku?’ tanya Winda.
‘Cantik,’ jawab Ajo.
‘Hmmm, kalau kekurangan aku, apo?’ tanya Winda lagi.
‘Agak bulat,’ jawab Ajo.
‘Iiiiiih, kamu gitu,’ Jawab Winda.
‘Kalau kamu, kenapo suka sama aku?’ tanya Ajo.
‘Kenapo, yo? Padahal, kulihat kamu ndak ada bagus-bagusnyo,’ kata Winda.
‘Kalau gitu, berarti aku banyak kurangnyo, dong?’ tanya Ajo.
‘Ya elaaaaa, semua orang juga tau siapo kamu, Jo. Angin berembus di ngulang-ngulang. Badan kurus tinggal tulang. Haaaa.'
‘Yang benar, dong!’ kata Ajo, dan dia mencubit pipi Winda, ‘Tak cium, ntar,’ kata Ajo.
‘Ku jitak palamu,’ kata Winda.
Tak sadar bercanda gurau sampai jam 11.00 malam, Pak Qodir, guru piket malam itu mempergoti drama pacaran iseng mereka. Dengan suara sedikit mendengung ke hidung, Pak Qodir menegur di belakang mereka.
‘Khalian ghak tau haturan? Apa ghak mahu dihatur?’
Mereka berdua hanya bisa terdiam, tidak tahu apa yang mesti mereka jawab. Karena sebelum jam 11.00 malam, seluruh siswa dan siswi diwajibkan masuk ke asrama masing-masing, dan tidak diizinkan lagi keluyuran di luar asrama.
Keluyuran di luar asrama, berarti melanggar aturan yang ditetapkan pihak sekolah. Berani berbuat, harus berani menanggung konsekwensi yang ada.
Kedua insan yang sedang dilanda cinta iseng ala asrama itu, menerima hukuman dari Pak Qodir, diborgol berpasangan di tiang bendera, hingga tengah malam.
Mereka saling tuduh dan menyalahkan di tiang bendera. Winda bilang, ‘Ini gara-gara kamu. Ngajak ngobrol malam-malam, kayak ndak ado waktu lain sajo.’
Ajo menjawab, ‘Yo, ndak lah. Kamu yang salah, mikirnyo kelamaan. Coba dari awal kamu terima aku, ndak gini jadinyo, kan?’
Winda tak terima disalahkan, ‘Pokoknya kamu yang salah, udah jelek, kurus tinggal tulang, bawa sial lagi. Trus…,’
‘La la la lah, kenapo bawa-bawa kurus?’ Ajo langsung memotong penghinaan Winda, dan menegaskan, ‘Kamu yang salah.’
‘Kamu.’
‘Kamu.’
‘Kamu.’
‘Kamu.’
‘Putussssssss! Kamu pembawa sial,’ teriak Winda.
Sial nasib Ajo. Kencan berawal dari tembok asmara, empat jam kemudian harus berakhir di tiang bendera. Dan lebih menyedihkan lagi, Winda langsung berpindah ke lain hati, yang tak lain dan tak bukan adalah teman sendiri, Banawi.
Dari lorong asrama, teman-teman sudah menunggu kehadiran Ajo, mempersiapkan surprise untuk dia. Sampai di lorong asrama, Ajo yang biasanya dieluk-elukan atas kemampuannya melakukan sesuatu, bukannya menerima ucapan selamat dari teman-teman, malah menerima ledekan dengan cara meniru tertawa dia yang keras dan panjang.
‘Ayaiyaiyayaiyaie. Hahaaaaaaa,’
Hingga seisi asrama pun tahu ketika dia menerima balasan ledekan tawa dari yang lain.
Cinta berawal dari keisengan semata, maka hubungan itu tidak pernah bertahan lama. Hubungan berakhir hari ini, esok sudah pasti akan ada penggantinya. Pagar makan tanaman kerap terjadi. Dan siswi harus siap disebut "Si Piala Bergilir".
Bersambung
(+Potongan)
Bila ada kesamaan tokoh dan tempat, itu hanya kebetulan saja😁
Doni Romiza