Sebuah organisasi elite bernama pasukan 20 berdiri secara independen di kawasan asrama kami. Pasukan ini dikomandoi oleh Fajori yang mempunyai keahlian khusus sebagai agen rahasia dan mata-mata operasi pengintaian jarak dekat dengan markas plafon asrama.
Pasukan 20 bukanlah seperti Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas memelihara ketentraman dan ketertiban umum di jalanan. Bukan pula sejenis Densus 88 yang dirancang khusus sebagai pasukan antiteror yang memiliki kemampuan luar biasa dalam menangani berbagai kasus terorisme.
Pasuķan 20 berbeda dengan pasukan-pasukan lainnya. Karena untuk bisa tergabung ke dalam Pasukan ini, tidak perlu mengeluarkan uang administrasi, kecuali sebuah nyali. Hal ini jadi satu alasan mutlak, kenapa banyak siswa-siswa menaruh minat untuk bisa terlibat di dalam operasi pengintaian itu.
Keberadaan pasukan 20 tak kalah hebat bila dibandingkan dengan pasukan-pasukan lainnya. Mereka yang tergabung di dalam pasukan ini hanyalah mereka-mereka yang mempunyai mental juang lebih, dan sanggup melintasi tantangan arus listrik dengan tegangan sangat tinggi.
Mereka sangat terlatih dalam gerakan cepat, dengan managemen waktu yang sangat tepat, serta bidikan mata yang jarang meleset bila melihat ke arah sasaran tempur.
Biasanya berbagai pasukan diterjunkan untuk misi perang ke wilayah tertentu untuk melakukan pengintaian dan penghancuran terhadap sasaran lawan, sementara pasukan 20 beroperasi melakukan pengintaian dan pemanjatan plafon asrama dengan sasaran siswi-siswi yang sedang mandi.
Berdirinya Pasukan 20 berawal dari tingginya rasa penasaran Wanarta atas keberhasilan Fajori saat melakukan pengintaian seorang diri.
Wanarta mencoba peruntungan untuk bisa terlatih melintasi ketinggian yang dikerubungi sarang laba-laba tua yang menghitam. Dia berusaha menghilangkan rasa takut yang mengerubuni otaknya melihat suramnya medan untuk menuju titik pengintaian. Sempat berpikir mundur karena dihadang aliran arus listrik tegangan tinggi, tapi karena cerdiknya Fajori membaca arah peta, akhirnya Wanarta berhasil membidik arah sasaran.
Hampir saja ketahuan, dari ketinggian, air liur Wanarta menetes tepat di kepala seorang siswi. Tapi siswi bersangkutan beranggapan cicak kencing dari atas plafon asrama, dan siswi-siswi tidak menaruh curiga sama sekali, bahwa ada mata-mata cabul sedang mengintai mereka dari ketinggian.
Fajori dan Wanarta melakuan perang satu arah lantaran siswi-siswi tidak mengetahui keberadaan mereka, dan tidak lama kemudian mereka merayakan kemenangan di atas plafon asrma.
Atas keberhasilan mereka menguasai plafon asrama siswi, sang komando Fajori mulai melantik beberapa pengurus OSIS yang diberi mandat untuk mengatur managemen waktu. Seorang personil bernama Oyong diberi tugas sebagai mata-mata, bila datang gangguan dari belakang ketika operasi pengintaian dilakukan. Hingga organisasi elite itu bernama PASUKAN 20.
Meski berjumlah 22 orang, tapi keberadaan
dua personil tidak mendapat pengakukan dari Komando Fajori.
Satu personi bernama Vidal dianggap sebagai pengkhianat organisasi karena menghilangkan diri saat apel besar-besaran dilakukan.
Dan Wanarta diasingkan Fajori dari pasukan dengan alasan yang tidak jelas.
Banyak pihak menduga, perpecahan itu terjadi karena persaingan antara Fajori dan Wanarta dalam memperebutkan tampuk kekuasaan sebagai sang komando.
Sangat disayangkan, kedigdayaan pasukan 20 tidak bertahan dengan lama. Mereka berguguran disebabkan oleh sang komando, Fajori, yang dikenal memiliki banyak aliran dana, mulai memberi harapan palsu dalam urusan pinjam meminjamkan uang kepada pasukannya. Mereka yang kehabisan uang menjelang libur tiba, biasanya akan mengadukan masalah mereka ke hadapan Fajori. Tapi permintaan mereka sudah tidak pernah lagi dipenuhi.
Hancurnya kedigdayaan pasukan 20, bertepatan saat Fajori mencoba melatih personil terakhir bernama Pudin. Fajori sengaja pamer uang ke Pudin yang sedang kekeringan uang saku. Fajori berjanji, jika kemauan Fajori dituruti, maka keinginan Pudin pun segera dikabulkan. Tetapi jika tidak, jangan harap mendapat pinjaman uang untuk pulang.
Fajori dan Pudin melakukan sebuah pertemuan di ranjang kamar 101.
‘Mukamu itu seperti uang recehan, Din. Kayak orang susah hidup, mati pun belum waktunya. Kamu mau pulang kampung, apa nemanin kecoak-kecoak di asrama ?’ Fajori mengipas-ngipaskan lembaran uang kertas lima puluh ribu ke mukanya sendiri.
‘Pinjam dua puluh ribulah!’ kata Pudin sambil menyambar uang Fajori.
‘Gampaang. Tapi dengan satu syarat’ kata Fajori.
Pudin yang kepepet butuh uang untuk ongkos pulang, dikagetkan dengan bujukan Fajori yang ternyata minta ditemani mengintip siswi mandi.
Fajori mulai merangkak naik ke atas asrama siswi, dan diikuti Pudin dari belakang. Sampai di plafon asrama siswi, mereka menatap tajam pemandangan yang terlihat dari lobang kecil berukuran 20 milli meter.
Entah apa yang ada di pikiran Fajori dan Pudin? Apa menghayalkan Angelina Jolie sedang berpakaian seksi? Atau melihat siswi yang sedang mandi mirip Lady Gaga?
Tak sadar kakinya menginjak plafon asrama yang sudah lapuk.
Jreeeeeet.
Sepetak plafon asrama siswi roboh, dan kaki Fajori terjulur ke bawah. Siswi-siswi terkaget dan berteriak histeris.
‘Haaaaaaaaaaaaaaaaa.’
Siswi yang mengenal wajah Fajori dengan jelas, melaporkan kelakuan cabul Fajori dan Pudin kepada Pak Handru, dan introgasi di ruang tertutup segera dilaksanakan.
Besar kemungkinan introgasi itu bertujuan untuk mencari tau siapa saja yang terlibat dalam operasi pengintaian itu?
Mereka dipersilakan masuk ke asrama, tapi apel besar-besaran diberlakukan di malam hari.
Di lorong asrama, kami berdiri hadap-hadapan sambil tangan posisi istirahat di tempat. Pak Handru berjalan perlahan di antara muka kami, seraya memperhatikan muka kami satu persatu. Banyak siswa yang tak mengerti dengan apa yang akan terjadi. Karena apel besar-besaran yang sangat menegangkan itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
Pak Handru menciduk paksa muka-muka yang masuk dalam daftar keterangan Fajori dengan disertakan pula gamparan keras ke muka meraka.
Dua puluh orang berdiri terpisah dari kami yang ternyata muka-muka yang pernah terlibat dalam operasi pengintaian itu.
Satu hal yang tidak pernah terduga, Robert si perwira jaga diberhentikan secara tidak hormat dari tugas sebagai perwira jaga. Pencopotan jabatan perwira jaga berlangsung sangat cepat, tidak perlu menunggu matahari terbit, lantaran juga ikut terlibat dalam kegiatan cabul itu.
Mereka 20 orang dihukum sejadi-jadinya, merayap hujan-hujanan telanjang dada hingga jam 2 pagi. Dingin diguyur hujan, air kencing jadi penghangat badan.
Hukuman tidak berhenti sampai di situ saja. Esok harinya, Fajori dan Pudin juga diharuskan menghadap ke ruangan Pak Arnas. Tapi mereka ragu-ragu mengakui perbuatan mereka. Akhirnya mereka diperintahkan berdiri di halaman sekolah.
Pak Arnas putar badan ke kiri putar ke kanan, dan meminta mereka untuk jujur dan bicara dengan tegas.
‘Sekali lagi saya tanya, kamu ngapain ke asrama siswi?’ tanya Pak Arnas ke Fajori.
‘Ya, gitu, Pak,’ jawab Fajori.
'Ngomong yang jelas! Kamu ngapain?' tanya Pak Arnas.
'Ya, gitu, Pak,' jawab Fajori tidak berubah.
'Kamu jangan memancing-macing emosi saya,' kata Pak Arnas, Fajori diam dalam ketakukan.
‘Kamu?’ tanya Pak Arnas sambil menunjuk Pudin.
‘Ngintip siswi mandi, Pak, tapi Fajori yang ngajak.’
Pak Arnas putar badan, 'Saya sudah tau kamu biangnya. Kenapa gak ngomong dari tadi?’ Gubrakk, 'Panggil teman-teman kamu yang lainnya, cepat!' perintah Pak Arnas ke Fajori.
Kedua puluh orang itu berdiri di belakang tiang bendara. Seluruh siswi juga dipanggil oleh Pak Arnas.
Setelah semua berkumpul lengkap, sejenak Pak Arnas memperhatikan muka siswi satu persatu, kemudian memperhatikan muka-muka pasukan 20 satu persatu juga.
‘Kalian, siswi.'
'Siap, Paaak,' jawab siswi-siswi.
'Senang ya, kurap paha kalian dipelototin mereka?’
‘Gak, Paaak,’ jawab siswi serentak.
‘Gampar!’
Emosi siswi-siswi jadi membludak dengan ucapan Pak Arnas. Satu persatu menggampar muka Fajori beserta pasukannya, hingga wajah mereka memerah kesakitan.
Dan lebih sial lagi, Robert si perwira jaga, tidak hanya diberhentikan secara tidak hormat sebagai perwira jaga, tapi juga diberhentikan dari pengurus OSIS.
Meski Pasukan 20 ini telah membubarkan diri secara diam-diam. Tapi sejarah keberadaan mereka masih saja melekat di benak kami, hingga masa sekarang😂.
Pasukan 20 bukanlah seperti Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas memelihara ketentraman dan ketertiban umum di jalanan. Bukan pula sejenis Densus 88 yang dirancang khusus sebagai pasukan antiteror yang memiliki kemampuan luar biasa dalam menangani berbagai kasus terorisme.
Pasuķan 20 berbeda dengan pasukan-pasukan lainnya. Karena untuk bisa tergabung ke dalam Pasukan ini, tidak perlu mengeluarkan uang administrasi, kecuali sebuah nyali. Hal ini jadi satu alasan mutlak, kenapa banyak siswa-siswa menaruh minat untuk bisa terlibat di dalam operasi pengintaian itu.
Mereka sangat terlatih dalam gerakan cepat, dengan managemen waktu yang sangat tepat, serta bidikan mata yang jarang meleset bila melihat ke arah sasaran tempur.
Biasanya berbagai pasukan diterjunkan untuk misi perang ke wilayah tertentu untuk melakukan pengintaian dan penghancuran terhadap sasaran lawan, sementara pasukan 20 beroperasi melakukan pengintaian dan pemanjatan plafon asrama dengan sasaran siswi-siswi yang sedang mandi.
Berdirinya Pasukan 20 berawal dari tingginya rasa penasaran Wanarta atas keberhasilan Fajori saat melakukan pengintaian seorang diri.
Wanarta mencoba peruntungan untuk bisa terlatih melintasi ketinggian yang dikerubungi sarang laba-laba tua yang menghitam. Dia berusaha menghilangkan rasa takut yang mengerubuni otaknya melihat suramnya medan untuk menuju titik pengintaian. Sempat berpikir mundur karena dihadang aliran arus listrik tegangan tinggi, tapi karena cerdiknya Fajori membaca arah peta, akhirnya Wanarta berhasil membidik arah sasaran.
Hampir saja ketahuan, dari ketinggian, air liur Wanarta menetes tepat di kepala seorang siswi. Tapi siswi bersangkutan beranggapan cicak kencing dari atas plafon asrama, dan siswi-siswi tidak menaruh curiga sama sekali, bahwa ada mata-mata cabul sedang mengintai mereka dari ketinggian.
Fajori dan Wanarta melakuan perang satu arah lantaran siswi-siswi tidak mengetahui keberadaan mereka, dan tidak lama kemudian mereka merayakan kemenangan di atas plafon asrma.
Atas keberhasilan mereka menguasai plafon asrama siswi, sang komando Fajori mulai melantik beberapa pengurus OSIS yang diberi mandat untuk mengatur managemen waktu. Seorang personil bernama Oyong diberi tugas sebagai mata-mata, bila datang gangguan dari belakang ketika operasi pengintaian dilakukan. Hingga organisasi elite itu bernama PASUKAN 20.
Meski berjumlah 22 orang, tapi keberadaan
dua personil tidak mendapat pengakukan dari Komando Fajori.
Satu personi bernama Vidal dianggap sebagai pengkhianat organisasi karena menghilangkan diri saat apel besar-besaran dilakukan.
Dan Wanarta diasingkan Fajori dari pasukan dengan alasan yang tidak jelas.
Banyak pihak menduga, perpecahan itu terjadi karena persaingan antara Fajori dan Wanarta dalam memperebutkan tampuk kekuasaan sebagai sang komando.
Sangat disayangkan, kedigdayaan pasukan 20 tidak bertahan dengan lama. Mereka berguguran disebabkan oleh sang komando, Fajori, yang dikenal memiliki banyak aliran dana, mulai memberi harapan palsu dalam urusan pinjam meminjamkan uang kepada pasukannya. Mereka yang kehabisan uang menjelang libur tiba, biasanya akan mengadukan masalah mereka ke hadapan Fajori. Tapi permintaan mereka sudah tidak pernah lagi dipenuhi.
Hancurnya kedigdayaan pasukan 20, bertepatan saat Fajori mencoba melatih personil terakhir bernama Pudin. Fajori sengaja pamer uang ke Pudin yang sedang kekeringan uang saku. Fajori berjanji, jika kemauan Fajori dituruti, maka keinginan Pudin pun segera dikabulkan. Tetapi jika tidak, jangan harap mendapat pinjaman uang untuk pulang.
Fajori dan Pudin melakukan sebuah pertemuan di ranjang kamar 101.
‘Mukamu itu seperti uang recehan, Din. Kayak orang susah hidup, mati pun belum waktunya. Kamu mau pulang kampung, apa nemanin kecoak-kecoak di asrama ?’ Fajori mengipas-ngipaskan lembaran uang kertas lima puluh ribu ke mukanya sendiri.
‘Pinjam dua puluh ribulah!’ kata Pudin sambil menyambar uang Fajori.
‘Gampaang. Tapi dengan satu syarat’ kata Fajori.
Pudin yang kepepet butuh uang untuk ongkos pulang, dikagetkan dengan bujukan Fajori yang ternyata minta ditemani mengintip siswi mandi.
Fajori mulai merangkak naik ke atas asrama siswi, dan diikuti Pudin dari belakang. Sampai di plafon asrama siswi, mereka menatap tajam pemandangan yang terlihat dari lobang kecil berukuran 20 milli meter.
Entah apa yang ada di pikiran Fajori dan Pudin? Apa menghayalkan Angelina Jolie sedang berpakaian seksi? Atau melihat siswi yang sedang mandi mirip Lady Gaga?
Tak sadar kakinya menginjak plafon asrama yang sudah lapuk.
Jreeeeeet.
Sepetak plafon asrama siswi roboh, dan kaki Fajori terjulur ke bawah. Siswi-siswi terkaget dan berteriak histeris.
‘Haaaaaaaaaaaaaaaaa.’
Siswi yang mengenal wajah Fajori dengan jelas, melaporkan kelakuan cabul Fajori dan Pudin kepada Pak Handru, dan introgasi di ruang tertutup segera dilaksanakan.
Besar kemungkinan introgasi itu bertujuan untuk mencari tau siapa saja yang terlibat dalam operasi pengintaian itu?
Mereka dipersilakan masuk ke asrama, tapi apel besar-besaran diberlakukan di malam hari.
Di lorong asrama, kami berdiri hadap-hadapan sambil tangan posisi istirahat di tempat. Pak Handru berjalan perlahan di antara muka kami, seraya memperhatikan muka kami satu persatu. Banyak siswa yang tak mengerti dengan apa yang akan terjadi. Karena apel besar-besaran yang sangat menegangkan itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
Pak Handru menciduk paksa muka-muka yang masuk dalam daftar keterangan Fajori dengan disertakan pula gamparan keras ke muka meraka.
Dua puluh orang berdiri terpisah dari kami yang ternyata muka-muka yang pernah terlibat dalam operasi pengintaian itu.
Satu hal yang tidak pernah terduga, Robert si perwira jaga diberhentikan secara tidak hormat dari tugas sebagai perwira jaga. Pencopotan jabatan perwira jaga berlangsung sangat cepat, tidak perlu menunggu matahari terbit, lantaran juga ikut terlibat dalam kegiatan cabul itu.
Mereka 20 orang dihukum sejadi-jadinya, merayap hujan-hujanan telanjang dada hingga jam 2 pagi. Dingin diguyur hujan, air kencing jadi penghangat badan.
Hukuman tidak berhenti sampai di situ saja. Esok harinya, Fajori dan Pudin juga diharuskan menghadap ke ruangan Pak Arnas. Tapi mereka ragu-ragu mengakui perbuatan mereka. Akhirnya mereka diperintahkan berdiri di halaman sekolah.
Pak Arnas putar badan ke kiri putar ke kanan, dan meminta mereka untuk jujur dan bicara dengan tegas.
‘Sekali lagi saya tanya, kamu ngapain ke asrama siswi?’ tanya Pak Arnas ke Fajori.
‘Ya, gitu, Pak,’ jawab Fajori.
'Ngomong yang jelas! Kamu ngapain?' tanya Pak Arnas.
'Ya, gitu, Pak,' jawab Fajori tidak berubah.
'Kamu jangan memancing-macing emosi saya,' kata Pak Arnas, Fajori diam dalam ketakukan.
‘Kamu?’ tanya Pak Arnas sambil menunjuk Pudin.
‘Ngintip siswi mandi, Pak, tapi Fajori yang ngajak.’
Pak Arnas putar badan, 'Saya sudah tau kamu biangnya. Kenapa gak ngomong dari tadi?’ Gubrakk, 'Panggil teman-teman kamu yang lainnya, cepat!' perintah Pak Arnas ke Fajori.
Kedua puluh orang itu berdiri di belakang tiang bendara. Seluruh siswi juga dipanggil oleh Pak Arnas.
Setelah semua berkumpul lengkap, sejenak Pak Arnas memperhatikan muka siswi satu persatu, kemudian memperhatikan muka-muka pasukan 20 satu persatu juga.
‘Kalian, siswi.'
'Siap, Paaak,' jawab siswi-siswi.
'Senang ya, kurap paha kalian dipelototin mereka?’
‘Gak, Paaak,’ jawab siswi serentak.
‘Gampar!’
Emosi siswi-siswi jadi membludak dengan ucapan Pak Arnas. Satu persatu menggampar muka Fajori beserta pasukannya, hingga wajah mereka memerah kesakitan.
Dan lebih sial lagi, Robert si perwira jaga, tidak hanya diberhentikan secara tidak hormat sebagai perwira jaga, tapi juga diberhentikan dari pengurus OSIS.
Meski Pasukan 20 ini telah membubarkan diri secara diam-diam. Tapi sejarah keberadaan mereka masih saja melekat di benak kami, hingga masa sekarang😂.
Bersambung
(+Potongan)
Bila ada kesamaan tokoh dan tempat, itu hanya kebetulan saja😁
Doni Romiza
(+Potongan)
Bila ada kesamaan tokoh dan tempat, itu hanya kebetulan saja😁
Doni Romiza