Sering aku bertanya sendiri, 'Apa sesungguhnya arti ucapan selamat ulang tahun?' Karena tepat pukul 12 malam kemarin, kucoba merenungkan diri, bertafakur mencari jawaban, lantaran seumur-umur aku tidak pernah merasakan bagaimana meriahnya sebuah pesta ulang tahun? Dan Bagaimana rasanya meniup lilin yang dikelilingi orang-orang tercinta?
Aku hanyalah seorang pria kampung yang dibesarkan di sebuah desa terpencil. Desa yang penuh dengan hijau hamparan sawah. Desa yang tidak masuk dalam daftar peta dunia (Kubu Anau, Agam-Sumatera Barat).
Kecerian masa kecil anak-anak kota, adalah bermain-main bersama keluarga ke tempat hiburan. Sementara keceriaan masa kecilku hanya mandi bersama-sama teman di tepi sungai Batang Agam, sambil menunggu senja tiba untuk kembali membawa sapi-sapi gembalaanku pulang ke kandangnya.
Dari masa itu sampai sekarang, aku tidak pernah mengerti apa istimewanya pesta ulang tahun?
Garis tangan telah membawaku merantau ke Kota Metropolitan. Coba membangkitkan batang yang sudah lama terendam. Dari tukang cuci piring di rumah makan Padang, tertatih-tatih melamar kerjaan dengan motor butut pinjaman saudara, hingga bisa menjadi seorang Manager di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Dari yang tidak mengerti dunia bisnis, sampai jatuh bangun di bidang itu. Dari mengenal orang-orang yang hidup di bawah kolong jembatan, hingga bersahabat dengan orang-orang elit di gedung tinggi pencakar langit. Dan kembali lagi terombang ambing dengan pasang surut kehidupan. Tapi tetap saja aku tidak mengerti, “apa istimewanya pesta ulang tahun?”
Saat renunganku terisi dengan bermacam ragam pertanyaan, aku teringat dengan Bino kucing peliharaanku. Sekarang Bino telah tiada. Sedih… karena hanya Binolah yang menemani hari-hari-hariku saat pahit hidup kurasakan seorang diri. Aku merasa dialah satu-satunya teman dekat yang mengerti aku. Dulu… Dia jugalah teman sejati yang ada dalam dekapanku ketika melalui hari-hari senang maupun susah. Tapi semua hanya tinggal kenangan.
“Ahh”
“Ahh”
Hari ini, entah senang entah tidak, Honesta Prima, adik putriku tercinta mengirim sebuah pesan melalui kontak WA-ku, ‘Happy Birthday, Uda. Semoga ke depannya semakin ++++++ ya, Uda. Dan apa yang diinginkan dapat tercapai. Amin.
Menyusul ucapan selamat dari seseorang yang selalu aku perjuangkan dengan hati, ‘Sayang, selamat ulang tahun ya. Semoga keinginan Uda tercapai, dan selalu sayang Uni.'
Sejenak aku berpikir sambil terharu, menjawab dalam hati, ‘Dari dulu hingga sekarang, tak ada yang berubah dari diri Uda terhadap Uni. Lama sudah hati dan jiwa Uda abdikan untuk Uni. Hingga Uda yakin, hanya Unilah yang pantas Uda perjuangkan di setiap pasang surut dan liku kehidupan.'
'Tak ada alasan bagi uda untuk berhenti mencintai Uni. Uda merasa, Uni adalah hadiah yang terindah, tempat Uda untuk menyandarkan segala keluhan hidup, menceritakan segala perih, tempat Uda untuk mengabdikan cinta, cinta yang menerima Uda apa adanya.'
'Terima kasih Uni, yang telah kembali satu haluan dengan jalan hidup Uda.’ Semoga Uni juga tetap sayang atas diri Uda. Aminn.’
Dan beberapa saat kemudian, Tak biasanya, Mak dari kampung menelponku pagi-pagi, ‘Yung, apa kabar, Nak? Kenapa ya… Mak jadi rindu sama kamu hari ini. Kamu bulan depan akan pulang ya, Nak. Anak gagah Amak akan menikah, tak sabar melihat kamu bersanding di Pelaminan.’
Aku terdiam dengan tetesan air mata. Walau Mak tidak mengucapkan selamat ulang tahun, walau Mak juga tidak mengerti apa itu pesta ulang tahun? Tapi aku merasakan kontak bathin seorang Ibu yang tidak bisa dipisahkan dari anaknya. Kontak Bathin telah mengingatkan seorang Ibu yang telah melahirkan aku di hari ini, “10 NOVEMBER.”
Insya Allah, anakmu akan pulang, Mak. Menikah sesuai dengan keinginan Amak dari dulu.
Comments