Skip to main content

Di mana Ranahku?



Sebelum terpilih menjadi seorang taruna pelayaran, perdebatan terjadi di antara kedua orang Yung Doro. Sang Ayah menyarankan untuk tetap belajar di Pasantren Buya Hamka, agar kelak bisa menjadi seorang ulama besar, menyandang gelar Datuk Parpatih Nan Sabatang, sementara Ibunya memberi masukan untuk memilih sekolah pelayaran, agar suatu saat bisa menjadi seorang angkatan laut.

Harap terbangkitkan batang yang sudah lama terendam, harap nasib keluarga bisa berubah, Yung Doro memantapkan diri memilih sekolah pelayaran. Tetapi bukan untuk tujuan menjadi seorang angkatan laut, melainkan menjadi seorang pelaut, yang bisa berlayar keluar negeri, mengumpulkan pundi-pundi uang untuk keluarga.

Namun Semua asa yang diinginkan tak semulus yang dia bayangkan. Perjuangan yang rumit, perjalanan bak menempuh kerikil tajam. Banyak hadangan yang harus dia lalui sebelum sampai pada tujuan. Sebagian teman-temannya, ada yang mundur sebelum waktunya. Hadangan itu tak lain dan tak bukan adalah “tangan besi seniornya".

Kejahilan, pemaksaan, kekerasan: tiga kata berbeda, tetapi menanamkan satu tujuan dalam pelaksanaannya, yaitu jalan menuju tampuk kekuasaan. Bukan senior namanya jika tak dikenal oleh juniornya. Bukan senior namanya jika tak bisa tampil beda dengan yang lainnya.

Walau hukum yang berlaku tidak pernah di sahkan oleh Anggota Legislatif, tapi hukum itu sangat berjalan dengan baik, tak perlu direvisi ulang, tak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun juga:
Pasal 1, Senior tak pernah bersalah.
Pasal 2, yang bersalah adalah junior.
Pasal 3, jika senior bersalah, maka kembali ke pasal 1.

Kejahilan senior, bukan kejahilan yang biasa-biasa saja. Bila kehendak tak dipenuhi, 'Carikan nyamuk sepuluh ekor hidup-hidup!.' Bila lapar tengah malam, harus dicarikan makanan pengganjal perut. Bila kelelahan dengan aktifitas asrama, banyak junior yang menjadi tukang urut. Bila kekerasan sudah terencana, dinding asrama jadi saksi ceramah panjang, ditakut-takuti dan digebuki. Senior tak berpikir kejahatan apa yang telah mereka lakukan?

Tapi bertahan adalah pilihan yang terbaik, karena kekerasan berlaku hanya pada masa junior saja.

Seiring berjalannya waktu, Yung Doro sudah mulai mengenal apa yang disebut dengan cinta. Perasaan kagum terhadap si adik kelas bernama Marwah, bak sulapan awan jadi pelangi. Karena rasa itu datang secara tiba-tiba, dan tak pernah terpikirkan hadirnya di relung hati. Dia pun jadi petualang cinta sebenar cinta.

Namun segala upaya yang telah dia lakukan dengan tingkah dan berprilaku terhadap marwah berakhir sia-sia. Hingga dia sadari, akan perasaan Marwah yang tak pernah tertuju kepadanya. Sadar ketika cinta tak harus memiliki, dia mengalah demi Marwah yang lebih memilih Yudha. Dia bertahan dengan rasa yang dia pendami, agar tak bertukar dengan perasaan-perasaan lainnya. Perasaan yang bisa membuat dia larut dalam kekalahan. Perasaan yang memupuk cemburu Yudha jadi kebencian. Dan perasaan yang bisa saja merusak persahabatan dia dengan Yudha.

Hingga doa Ibu mengantarkan Yung Doro berlayar ke Negeri Sakura, seluruh keluarga senang bukan kepalang. Tapi perasaan di hati tetap saja menangis dalam. Karena Marwah yang diharapkan menjadi pendamping hidup telah menikah dengan Yudha. Itulah cinta pertama yang berujung dengan kegagalan, lantaran maksud hati tak pernah dia ungkapkan.

Ada cinta yang pergi, tentu akan ada cinta yang datang. Di kota Sendai, Yung Doro bertemu perempuan cantik bernama Haruka. Dan sosok Harukalah yang mampu melupakan keinginan hatinya untuk mendapatkan cinta Marwah. Tapi perjalanan cintanya dengan Haruka diwarnai rasa dilema, orang tua tidak menyetujui kehadiran Haruka, dikarenakan pertikaian adat dan tradisi yang terlalu jauh.

Sang Ibu menolak keras... bila masih menyebut-nyebut nama Haruka, Yung Doro dipersilakan merantau china, 'Tak perlu waang menginjak rumah lagi.'

Sindiran Sang Ayah tak kalah pahitnya, 'Sejak bilo daging mentah lebih enak daripado randang, Yung? Bodoh jangan waang peliharo!'

Hingga terjadi perjodohan yang tak diharapkan.
Ekonomi yang pasang surut, perjodohan pun berakhir dengan perpisahan.

Hanya cinta Bungo Galamailah yang mampu merubah haluan hidupnya, ingin menjadi lelaki kaya, ingin menjadi sosok lelaki yang setia. Tujuh tahun dia abdikan hati dan perasaannya tehadap Bungo Galamai. Tapi di tahun ketujuh itu, terjadi penolakan pada pihak keluarga Bungo Galamai, lantaran orang tua Bungo Galamai hanya ingin menikahkan anaknya dengan lelaki yang sepadan, dari keluarga yang terpandang, punya uang dan jabatan. Pernikahan tak lagi mengacu kepada Sunnah Nabi, melain gengsi dan harga diri.

Yung Doro sakit teramat sangat, tujuh tahun pengabdiannya dipandang tak ada arti. Karena hidup tidak cukup hanya dengan cinta, melainkan UANG dan UANG.

Orang-orang hanya menjadikan Yung Doro seumpama tanaman sawit, yang dipupuk dan dipelihara sedari kecil. Bila berbuah, dipetik dan dinikmati semua hasilnya. Tapi Jika tidak, batang sawit akan di tebang, dibuang, dan diganti dengan tanaman lainnya.

Saat hati hancur berantakan, pesan harapan datang dari Haruka, 'Kembalilah ke Negeri kita, Indonesia bukanlah ranahmu. Ranahmu adalah Negeri Sakura, Negeri Impian kita.'

Tanpa pikir panjang, Yung Doro memutuskan untuk kembali ke Ranah Sakura, dia tinggalkan Ranah Agam tercinta, dia jemput Jodohnya di Negeri Orang. Tapi untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Dalam perjalanan, Negeri Sakura hancur diporak-porandakan tsunami besar, Harukapun hilang entah kemana. 2 tahun Yung Doro mencari-cari, tapi tak kunjung dia temukan jasad Haruka.

Malang benar nasib Yung Doro. Cita-cita telah membawanya jadi penghuni dua alam yang berbeda: daratan dan luasnya samudra. Jalan cinta telah dia abdikan untuk dua ranah yang bertikai: Ranah Minang dan Ranah Sakura. Tapi belum jua dia temukan jodoh untuk hidup dan matinya. Hingga timbul pertanyaan keluh kesah di jiwanya, 'DI MANAKAH RANAHKU?

Comments

Popular posts from this blog

Rotan Itu Hanya Melengkung, Bukan Patah! |Adosinfo

By: DR Taktik dan siasat tidak hanya berlaku dalam politik. Tapi juga dalam hal lainnya, termasuk dalam dunia usaha, yang menggunakan bermacam cara untuk mencari keuntungan lebih. Itu hal positif selama dilakukan dengan cara yang positif pula. Tapi apa jadinya jika siasat itu dilakukan dengan cara yang tidak transfaran, penuh kecurangan. Mungkin gelagat pecundang bisa tak terlihat saat kebohongan ia lakukan. Nyalinya tak gemetaran ketika ada sesuatu hal yang diperdebatkan. Tapi bagi seorang pemenang, harus mampu membaca arah siasat buruk itu, untuk menyiapkan siasat lainnya, agar tidak merasa dirugikan. Tak perlu berargumen panjang lebar untuk menguji sebuah kebenaran. Tak perlu menggunakan kedua tangan untuk meruntuhkan kokohnya sebuah komitmen, selama hal itu masih berlaku untuk hal-hal yang positif. Satu hal yang perlu difahami: Rotan itu hanya melengkung, bukan patah!! Hanya kelapukkan yang bisa mematahkan rotan. Tunggulah rotan itu lapuk pada waktunya.

Hiduplah Seperti Kereta Berjalan | Adosinfo

Hidup akan terus berjalan, tapi banyak hal yang perlu kita ketahui bagaimana mestinya menjalani hidup semestinya? Karena yang namanya hidup tidak lepas dari ujian ataupun cobaan. Walau adakalanya hidup menerima puja dan pujian, hidup tidak lepas dari caci dan hinaan. Bergantung atas apa yang telah kita perbuat di muka bumi ini, dan bergantung bagaimana sudut pandang orang-orang yang menilai kita.  Ya… begitulah hidup, tidak semua keinginan mampu kita wujudkan, lantaran hidup ini akan ada liku dan jalan terjal. Hidup butuh inspirasi dan motivasi untuk meraih sesuatu. Tapi hidup ini terlalu terbalut angan bila hanya terinspirasi oleh kisah kesuksesan seseorang, atau termotivasi oleh omongan seseorang yang memang ahlinya sebagai motivator ulung, yang mampu merangkai kata demi kata. Kita mesti bijak menyikapi sebuah inspirasi dan motivasi. Karena cerita orang sukses akan tetap jadi cerita yang menggiurkan, bila memang mereka mampu meraih kesuksesan dalam hidup mereka. Tapi bila mere

6 Alasan Yang Membuat Anak SUPM Layak Jadi Pemimpin

Secara konstitusional maupun nonkonstitusional,  politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan. Tak sedikit di antara mereka yang haus akan kekuasaan, berlomba-lomba untuk bisa jadi pemimpin. Tak peduli asalnya dari mana, tak penting latar belakangnya apa. Karena syarat jadi calon penguasa tidak pernah mempertanyakan asalnya dari mana? Kuliah lulusan apa? Atau wawasannya apa saja? Yang penting bisa jadi penguasa, apapun caranya itu. 'Ehem.' Bermacam sudut pandang mengatakan, bahwa untuk jadi seorang pemimpin tentunya diperlukan wawasan yang luas, ulet, kompeten, bertanggung jawab, plus dukungan penuh oleh orang-orang yang akan dipimpin.  Itu bukanlah perkara yang mudah. Banyak terjadi di dunia perpolitikan, pemimpin-pemimpin yang hadir, jauh dari apa yang kita harapkan, seringkali kacang lupa dengan kulitnya. Berbeda jauh dengan anak-anak SUPM, yang tetap ingat dan mengayomi bawahannya, meski jarak umur berpuluh tahun sekalipun. Ya sudahlah! Dunia po