Skip to main content

Pria Ini Menangis Takbir di Hari Lebaran




Sejenak aku istirahat di kamar kecilku. Kurebahkan badan hingga tak sadar tertidur empat jam lebih. Kulihat HP-ku sudah tak nyala lagi, lantaran lupa dicas sebelum tidur. Kuambil charger di atas tumpukan  pakaian yang berserakan. Kunyalakan Hp itu sambil melihat status teman-teman di kontak BBMku. Selintas aku tersenyum melihat status baru dari seorang teman.

Alhamdulillah, bisa lebaran bersama anak dan istri

Dia adalah seniorku saat belajar di sekolah pelayaran dulu. Setelah lulus lima belas tahun silam,  dan sibuk dengan pekerjaan masing- masing, kami tidak pernah lagi bertemu muka. Dia bekerja menjadi pelaut, dan aku adalah mantan pelaut yang sekarang hanya menjadi karyawan di salah satu perusahaan swasta, Jakarta.

Hatiku tergugah untuk datang ke rumahnya, sembari bersilaturrahmi dan berucap selamat lebaran sepatah atau dua patah kata. Syukur-syukur dapat THR Uang Dollar. Tapi karena masih beberapa hari menjelang lebaran, kurencanakan untuk pergi dua hari pasca lebaran. Aku sengaja tidak mengomentari status BBM dia, dengan maksud memberi kejutan dengan rencanaku menemui dia.

Namun hati ini terlalu ingin untuk segera menemuinya. Tak bisa lagi kutunggu takbir Allahu Akbar berkumandan. Kupinjam motor Mio adikku, dan aku pergi menuju rumahnya. Dengan perasaan senang bukan kepalang, kulajukan motor sambil bersiul- siul riang, sedikit berharap selain Uang Dollar, moga- moga diajak pergi karaoke bareng. Gerimis kecil sempat membuat laju motorku jadi terhenti, baju baru yang aku pakai basah kuyup. Tetapi hal itu tidak menyurutkan niatku untuk tetap menemuinya.

Sampai di pagar rumah yang dulu terlihat sederhana, sudah berganti cukup megah dengan bangunan tingkat dua. Kulihat pria berambut gondrong mencium  anak kecil menangis di pelukan seorang wanita yang sedang hamil muda. Sepertinya pria gondrong itu sedang berpamitan. Si anak kecil meronta- ronta memanggil ayah, dan wanita yang  sedang hamil muda hanya bisa menghapus air mata sang anak dengan jilbab kuning yang dia kenakan.
 
Pria gondrong mengangkat tas ranselnya, diiringi ciuman hangat di jidat wanita yang sedang hamil muda. Selangkah, dua langkah, hingga beberapa langkah, pria gondrong berpapasan denganku. Kami pun saling kaget… ternyata dia adalah senior yang aku maksud.

Lima belas tahun tak pernah bertatap mata, rupanya dia masih ingat dengan lesung pipiku yang manis, dan dia langsung menendang kecil pantat keroposku, dimana candaan seperti itu sudah menjadi kebiasaannya dari dulu.

Sangat disayangkan… harapan ingin pergi karaoke bareng, pupus... lantaran seniorku harus kembali berlayar ke Singapura. Hanya sesaat, aku dipersilakan masuk ke rumahnya. Aku diperkenalkan dengan anak kecil dan wanita yang sedang hamil  muda tadi. Mereka tak lain dan tak bukan adalah anak dan istrinya.

Hanya sepuluh menit bercengkrama, ‘Maaf ya, Dik, Abang harus pergi lagi. Abang ndak bisa merasakan lebaran di rumah tahun ini. Ada telpon dari atasan yang mengharuskan berlayar lagi’

Aku terdiam dengan kata-katanya yang penuh keluh kesah. ‘Gak apa, Bang,’ dan hanya itu yang bisa aku jawab, sambil melihat seniorku mengusap-usap kepala anaknya yang mulai tenang.

Anak yang tadi sudah terdiam dari tangisnya, kembali meronta-meronta, ‘Ikut Ayaaah, ikut ayah’ Aku jadi terhanyut dalam kesedihan bocah kecil itu. Sekedar berbasa-basi terhadap istri seniorku, kuselipkan selembar uang kertas lima puluh ribu untuk anaknya yang kembali menangis.

Tak disengaja, aku mendengar dua perempuan separuh baya yang merupakan tetangga seniorku berbisik ria, 

‘Siapa suruh kawin sama pelaut? Di rumah cium jidat istri sendiri, di pelabuhan cium jidat istri orang. Ya nggak, Ros?’

Dengan pongah Ros menjawab sambil garuk-garuk ketiak, ‘Ya iyalah, pelaut gituu, lho!’

Aku tidak mengerti tujuan kedua perempuan itu bicara demikian. Apakah ada masalah pribadi dengan istri seniorku? Apakah merasa iri dengan perubahan materi istri seniorku? Atau memang tidak suka dengan seorang pelaut? Dari nada bicara mereka, pelaut terlihat begitu hina. Apakah sehina itu seorang pelaut?

Kesal menyelinapi hatiku, pikiranku seakan terpanah mendengar ocehan mereka. Apa bedanya pelaut dengan yang lain? Toh, sama- sama cari nafkah untuk anak dan istrinyanya.

Mungkin mereka tak sadar bahwa tidak semua pelaut seperti yang mereka duga. Jadi bisa difahami selama ini, kenapa orang-orang menyalahkan profesi dan lembaga tertentu, ketika ada individu/golongan berbuat salah.

Seorang anggota dewan, jadi hujatan publik ketika anggota dewan itu melakukan korupsi. Islam menjadi buah bibir dunia ketika teroris berbuat rusuh. Begitu juga dengan pelaut, akan jadi bahan olok-olokan orang, ketika segelintir pelaut berlaku buruk.

Jika dilihat di luar sana, banyak guru-guru melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya. Dokter melakukan malpraktek terhadap pasiennya. Bahkan ustadz dan pendeta mencabuli jamaahnya. Siapa yang salah? Profesi atau orangnya?

Profesi… kita tidak selalu bisa memilih. Bukankah adakalanya takdir yang berkehendak? Andai kedua perempuan itu tetangga rumahku, rasanya ingin aku bertanya:

‘Sekarang kalian senang bisa menggunakan hp, tv, motor, kulkas, apakah kalian tahu, siapa yang membawa peralatan benda itu dari satu pulau ke pulau lain, dari satu negara ke negara lain, dari satu benua ke benua lainnya?’ 

‘Sekarang kalian bisa makan ikan enak di rumah dan di restoran mewah, apakah kalian tahu, siapa yang menangkap ikan-ikan itu dan siapa yang membawanya ke pelabuhan?’

‘Sekarang kalian merasa bangga memiliki Indonesdia, apakah kalian tahu siapa yang menjaga lautan batas wilayah?’

‘Dan sekarang kalian bisa merasakan indahnya dunia, apakah kalian tahu siapa yang menemukan pulau- pulau itu, benua-benua itu, atau tanah yang kalian injak itu? Yang pasti jawabannya “Bukan Nkong kalian”. Jika kalian mengeluk-elukan, Prabowo si tangan besi dengan semangat juangnya, atau Jokowi kalian anggap sebagai Superheronya Indonesia, maka bagiku pelaut adalah Superheronya dunia.’

‘Mestinya kalian bersyukur! saat semua orang pergi berlibur dan bersuka cita menyambut lebaran bersama keluarga, banyak pelaut yang harus bekerja menjalankan tugasnya, bahkan menangis takbir pun mereka lakukan di lautan.’

‘Selamat bertugas seniorku, Semoga sukses selalu.’

Minal Idzin Walfa  Idzin, Maaf lahir dan bathin!’

By: Doni Romiza




Comments

Popular posts from this blog

Rotan Itu Hanya Melengkung, Bukan Patah! |Adosinfo

By: DR Taktik dan siasat tidak hanya berlaku dalam politik. Tapi juga dalam hal lainnya, termasuk dalam dunia usaha, yang menggunakan bermacam cara untuk mencari keuntungan lebih. Itu hal positif selama dilakukan dengan cara yang positif pula. Tapi apa jadinya jika siasat itu dilakukan dengan cara yang tidak transfaran, penuh kecurangan. Mungkin gelagat pecundang bisa tak terlihat saat kebohongan ia lakukan. Nyalinya tak gemetaran ketika ada sesuatu hal yang diperdebatkan. Tapi bagi seorang pemenang, harus mampu membaca arah siasat buruk itu, untuk menyiapkan siasat lainnya, agar tidak merasa dirugikan. Tak perlu berargumen panjang lebar untuk menguji sebuah kebenaran. Tak perlu menggunakan kedua tangan untuk meruntuhkan kokohnya sebuah komitmen, selama hal itu masih berlaku untuk hal-hal yang positif. Satu hal yang perlu difahami: Rotan itu hanya melengkung, bukan patah!! Hanya kelapukkan yang bisa mematahkan rotan. Tunggulah rotan itu lapuk pada waktunya.

Hiduplah Seperti Kereta Berjalan | Adosinfo

Hidup akan terus berjalan, tapi banyak hal yang perlu kita ketahui bagaimana mestinya menjalani hidup semestinya? Karena yang namanya hidup tidak lepas dari ujian ataupun cobaan. Walau adakalanya hidup menerima puja dan pujian, hidup tidak lepas dari caci dan hinaan. Bergantung atas apa yang telah kita perbuat di muka bumi ini, dan bergantung bagaimana sudut pandang orang-orang yang menilai kita.  Ya… begitulah hidup, tidak semua keinginan mampu kita wujudkan, lantaran hidup ini akan ada liku dan jalan terjal. Hidup butuh inspirasi dan motivasi untuk meraih sesuatu. Tapi hidup ini terlalu terbalut angan bila hanya terinspirasi oleh kisah kesuksesan seseorang, atau termotivasi oleh omongan seseorang yang memang ahlinya sebagai motivator ulung, yang mampu merangkai kata demi kata. Kita mesti bijak menyikapi sebuah inspirasi dan motivasi. Karena cerita orang sukses akan tetap jadi cerita yang menggiurkan, bila memang mereka mampu meraih kesuksesan dalam hidup mereka. Tapi bila mere

6 Alasan Yang Membuat Anak SUPM Layak Jadi Pemimpin

Secara konstitusional maupun nonkonstitusional,  politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan. Tak sedikit di antara mereka yang haus akan kekuasaan, berlomba-lomba untuk bisa jadi pemimpin. Tak peduli asalnya dari mana, tak penting latar belakangnya apa. Karena syarat jadi calon penguasa tidak pernah mempertanyakan asalnya dari mana? Kuliah lulusan apa? Atau wawasannya apa saja? Yang penting bisa jadi penguasa, apapun caranya itu. 'Ehem.' Bermacam sudut pandang mengatakan, bahwa untuk jadi seorang pemimpin tentunya diperlukan wawasan yang luas, ulet, kompeten, bertanggung jawab, plus dukungan penuh oleh orang-orang yang akan dipimpin.  Itu bukanlah perkara yang mudah. Banyak terjadi di dunia perpolitikan, pemimpin-pemimpin yang hadir, jauh dari apa yang kita harapkan, seringkali kacang lupa dengan kulitnya. Berbeda jauh dengan anak-anak SUPM, yang tetap ingat dan mengayomi bawahannya, meski jarak umur berpuluh tahun sekalipun. Ya sudahlah! Dunia po