Sepertinya kota itu akan dibangun sebuah panggung. Atapnya fly over dan kakinya berjejeran penjual jeruk dan buah mangga. Jalannya dihiasi spanduk partai, terlihat mentereng... dengan janji akan merubah kota ini lebih baik?
Mulailah seorang dari lima penjual gantungan hp berorasi. Sepintas mirip Sosiawan Leak membacakan puisi dengan lantang, mencurahkan kekesalan hati lantaran gantungan hp yang ia jual belum laku.
Teriakan itu diiringi tangisan bayi di pangkuan Ibu di atas trotoar, seperti instrumen musik duka yang sedang didengarkan. Lampu hijau yang tak diharap belum juga berubah merah. Karena hanya itulah harapan Ibu pengemis, agar ada recehan 500 perak meloncat tiba-tiba ke dalam kotaknya.
Spanduk partai terpampang megah di lampu merah. Mengalahkan megahnya fly over yang masih terengah-engah.
Mereka tatapi wajah calon penguasa di spanduk partai itu. Lantang teriakan suaranya, ingin nasibnya tidak seperti sekarang lagi.
"Kami hanyalah ayam sayur di Pasar Pagi Arengka. Masih jadi pengemis dan penjual gantungan hp, yang entah sampai kapan? Lampu merah Pasar Pagi Arengka tidak lagi sedang berfungsi, tapi kami masih saja hidup begini."
Gema politik yang dipertontonkan tidak ubahnya seperti alunan musik jazz di Mall SKA. Mewah, namun akankah itu ada makna? Karena tidak semua orang mau mendengarkan. Padahal ada perlunya kita untuk saling mendengarkan, agar tahu mau dibawa ke mana arah negeri ini? Sama seperti Ibu Pengemis di Pasar Pagi Arengka, yang walau diperhatikan tapi jangan hanya sekedar basa-basi.
Lampu hijau berubah jadi merah, kotak recehan Ibu pengemis bertambah 500 perak. Guyuran hujan mengusir paksa Ibu pengemis dari tempat duduknya. Tapi wajah calon penguasa di spanduk partai masih tersenyum dengan sumringah.
Majulah kota ini!!
Secara pribadi, saya mendukung Bpk Zaidir Albaiza maju untuk DPRD Propinsi Riau. Tapi siapa pun yang jadi pemenang nanti, semoga membawa senyuman untuk semua. Amiin.
#Yuk, memilih yang terbaik !