Skip to main content

Cincin Tunangan Yang Tak Akan Pernah Ada| Adosinfo

Sudah banyak arah masa depan yang sering mereka bicarakan. Walau sebenarnya, ada sedikit ke khawatiran di hati Dalih lantaran sering berduaan. Takut dalamnya cinta berakibat cela dan kehinaan. Maklum saja, darah muda-mudi yang sangat sulit dikendalikan.

Ia minta kekasih hatinya mengenakan hijab, menurut pulalah  si gadis ayu itu. Senang rasa hatinya tak terkira. Kian cantik saja Putri Galamai dipandangnya. Paras anggun seelok namanya. Raut muka yang berseri, jernihnya bak air Batang Tabik di Kota Galamai, Payakumbuh.

Kesepakan baik-baik mulai mereka buat. Tak usah lagi terlalu sering berduaan. Cukup bertemu di ruang kelas saja, atau sewaktu-waktu datang ke rumah Putri sambil beramah tamah.

Ia minta Putri Galamai untuk diperkenalkan dengan kedua orang tuanya. Ia ingin melamar kekasih hatinya itu. Dua bulan lamanya ia menunggu, dapat jugalah ia memperlihatkan batang hidung ke kedua orang tua Putri Galamai yang pulang dari Mekkah.Disuguhkannya Dalih setumpuk kurma dan segelas air zam-zam oleh Ibu Putri Galamai. Begitu baik sambutan orang tua Putri dirasa Dalih. Tak sabar ia menyampaikan maksud hati yang cukup lama ia simpan.

‘Mohon maaf sedalam-dalamnya jika sekiranya ucapanku dianggap terburu-buru. Rasanya sudah tidak bisa lagi kusimpan maksud hati yang ingin disampaikan kepada Bapak dan Ibu. Maksud hati nan elok untuk menunaikan Sunnah Nabi. Lantaran kami merasa sudah ada kecocokan satu sama lain. Berharap ada kata sepakat dari Ibu dan Bapak.  Jika diizinkan, dan jika Putri sudah sarjana nanti, mohon restu dari kalian untuk mempertunangankan aku dengan Putri. Insya Allah,  aku pun siap menunggu Putri kalaupun nantinya mencoba cari pengalaman kerja dulu.’

Suasana pertemuan berubah jadi hening. Tak satu pun ada tanggapan dari kedua orang tua Putri Galamai. Bapak Putri menggoyang-goyangkan kaki kanan di atas paha kirinya, memperhatikan Putri Galamai yang duduk bersebelahan dengan Dalih. Sesekali ia lirik muka Dalih sambil menari-narik kumis panjangnya, dan seraya menepuk-nepukkan batu akik ke sandaran tangan kursi.
Sementara Ibu Putri Galamai hanya melanjutkan basa-basi untuk Dalih.

‘Makanlah dulu buah kurmanya. Ini asli dari Mekah.’  Belum sempat Dalih mencicipi, sebuah pertanyaan datang dari Bapak Putri Galamai.

‘Ketemu Putri di mana?'

'Di kampus Putri, Pak,' jawab Dalih.

'Teman Kuliah?' Giliran Mama Putri yang bertanya.

'Bukan. Bukan teman kuliah, Pak. Aku guru Putri, mengajar Putri dasar-dasar bahasa Jepang di kampusnya?' Jawab Dalih.

'Dosenkah? Pernah kuliah di Jepang, ya?'

'Bukan, Bu. Aku bukan dosen. Aku cuma guru les yang diminta mengajar 6 bulan di kampus Putri. Hanya belajar kelompok saja. Yang meminta juga teman kuliah Putri. Aku juga tidak pernah kuliah di Jepang. Cuma pernah berlayar ke sana tiga tahun. Tapi untuk dasar-dasar Bahasa Jepang, banyak sedikit aku fahami. Sekarang aku masih kuliah Sabtu Minggu sambil mengajar di tempat les.'

'Oh,' Jawab Mama Putri singkat sambil melihat wajah suaminya yang tengah asyik mengelus-elus kumis tebalnya.

‘Begini,’ kata Bapak Putri Galamai yang sepertinya mau bertausiah panjang lebar. ‘Ada tiga hal yang kita tidak pernah tahu. Yaitu rezeki, umur, dan jodoh. Jika kalian mau bertunangan setelah tamat kuliah, kami tidak ada masalah dengan rencana baik kalian itu. Tapi apa tidak sebaiknya kalian siapkan segala sesuatu sebelum berpikir untuk bertunangan? Terutama kamu sebagai lelaki yang harus siap menafkahi Putri apabila sudah menikah nanti. Karena kami sebagai orang tua hanya bertanggung jawab sebelum Putri dinikahkan. Seterusnya tanggung jawab itu akan dilimpahkan sepenuhnya kepada kamu. Baiknya, kalian fokuskan ke kuliah kalian. Pikirkan masa depan. Jika kalian memang berjodoh nantinya, maka jodoh pulalah yang akan mempertemukan kalian. Kami tidak menolak. Tidak pula bisa menjawab “Iya” untuk saat ini. Karena rencana kalian masih jauh. Berapa banyak pertunanganan gagal menikah lantaran menunggu? Putri sudah pasti lanjut S2. Dan S2-nya bukan di sini. Tapi, ke Jakarta.’

‘Tak akan aku halangi Putri jika harus kuliah ke Jakarta Pak. Jika hati kami sudah saling terikat, apa salahnya Bapak ikat kami dengan pertunanganan?’

‘Tak perlu risau akan jodoh. Jodoh sudah ada yang mengatur. Jemputlah jodohmu dengan prestasi.’

Sedikit membingungkan apa yang terlontar dari Bapak Putri Galamai untuk Dalih. Ia coba berpikir ulang di tempat duduknya. “Tak perlu risau akan jodoh. Jodoh sudah ada yang mengatur. Jemputlah jodohmu dengan prestasi”.

‘Apakah berprestasi dulu, baru bisa berjodoh?’ pikir Dalih dalam hati.

Sepertinya kurang ada keyakinan dari raut muka kedua orang tua Putri Galamai terhadap Dalih. Itu pula yang menyebabkan Dalih tidak bisa berkata-kata banyak. Ia minum segelas air Zam-Zam yang disuguhkan Ibu Putri Galamai untuknya. Lalu, ia berpamitan pulang.

Lunglai langkah kakinya ketika mengingat ucapan Bapak Putri yang mau anaknya lanjut S2 ke Jakarta, bukan menikah dulu. Jika mau menikah, sebaiknya gapai prestasi dulu. ‘Ah, semua orang juga mau kalau sudah punya prestasi,’ keluh Dalih.

Ia coba untuk tidak berburuk sangka akan kilah kedua orang tua Putri Galamai. Mungkin, ada secercah harapan untuk bertahan, jika hati Putri Galamai tidak berubah meski akan pergi ke Jakarta. Ia minta Putri Galamai untuk berjanji kepadanya. Ia curahkan segala isi hatinya sebelum Putri Galamai diwisuda jadi sarjana.

‘Banyak kesamaan yang terasa setelah Uda mengenal kamu. Sama-sama saling faham saat bermanja maupun bersusah hati. Uda tidak menyangka hal ini bisa terjadi. Tapi agaknya orang tuamu kurang setuju dengan Uda. Tapi tak apa. Yang penting kamu tidak berubah. Berjanjilah untuk terus bersama Uda! Berjanjilah tidak berpindah ke lain hati bila nanti kamu pergi ke Jakarta. Turutilah mau orang tuamu yang menginginkanmu lanjut S2. Uda hanya ingin terus bersama kamu. Berjanjilah menikah dengan Uda setelah kamu tamat S2 nanti.’

‘Aku sayang sama Uda. Itu yang terasa. Tapi aku tidak bisa berjanji apapun itu. Aku menemukan kedamaian bersama Uda. Itu sudah cukup menggambarkan bagaimana sosok uda ada dalam jiwaku. Tapi perjalanan ini masih terlalu jauh. S2 sudah pasti dua tahun paling cepat. Tak mungkin aku berjanji selama itu.’

‘Uda hanya minta kamu berjanji. Akan Uda tunggu kamu sampai selesai S2. Uda yakin, Uda bisa menunggu kamu.’

‘Aku tidak mau terluka dan melukai karena janji. Jika Uda inginkan kepastian, tak akan kepastian itu Uda temukan jika bicara masa depan. Maaf, sekali lagi… aku ingin hidup bersama Uda, tapi aku tidak bisa memegang janji selama itu.’

'Kenapa perkataanmu berubah? Dulu tak begini!' Tegas Dalih.

'Itu dulu, sebelum orang tuaku mengenal Uda.'

Dalih terdiam di tempat berdirinya, Putri berpamitan untuk pulang. Ia bisikkan kata-kata, ‘Jika nanti Uda jatuh hati dengan yang lain, aku coba untuk ikhlas. Insya Allah.’

Kata-kata Putri menguncang jiwa Dalih. Ia biarkan Putri Galamai pergi. Kesedihan bercampur marah berkecamuk dalam hatinya. Ia mulai diselimuti kekalutan, bagai sengatan kemarau panjang, tandus mencekik hamparan dan bidang jiwanya. Dalih tak lagi merasakan ketenangan setelah itu.

Dalih ingin kepastian untuk hidupnya, yang membangkitkan lunglainya jadi gelora, membangunkan gairahnya di saat kalut. Putri Galamai yang diharapkan untuk bisa membawanya merasa tenang, malah semakin membuat ia bersusah hati.

Ia coba merenungkan kebodohannya. Kebodohan yang membuat kisah hatinya jadi terlunta-lunta. Setiap cinta yang hadir ke ruang hati, ia anggap adalah cinta yang terindah. Tapi kenyataannya berlainan. Semua hanyalah kebohongan. Apalah artinya cinta, jika hanya sesaat saja? Apalah artinya cinta, jika tidak sanggup menuai janji? Cinta tak ubahnya seperti embun di pagi hari, yang memberi kesejukan pada bunga teratai. Namun kala mentari percikkan cahayanya, bunga teratai kembali layu, lantaran embum tidak cukup memberi energi bunga, yang hidup di rawa-rawa basah. Dan Dalih pun seakan mau mati lagi.

Ia berpikir ulang apa yang akan menimpa hatinya. Tak akan sanggup ia melepas kenangan manis bersama Putri Galamai, kekasih hatinya itu akan pergi jauh. Ia telepon Putri Galamai dalam heningnya malam panjang. Hatinya benar-benar semakin kalut.

‘Putri, Izinkan Uda mengantar kamu ke Bandara.'

Putri Galamai menjawab dalam sendu, ‘Iya, Uda harus antarkan aku ke Bandata nanti. Tapi maafkan aku, setelah itu anggaplah aku teman baik saja. Atau anggaplah keluarga Uda sendiri. Aku bingung tidak tahu harus berbuat apa?’

‘Tidak, Putri. Apa yang diinginkan oleh hati, itulah yang harus jadi anggapan. Jika suatu saat nanti hati ini sudah menghilang untukmu, begitulah adanya hati. Karena ia bisa datang dan pergi. Tapi untuk saat ini, Uda tidak bisa.’

Dalih menutup telepon seketika. Ia tidak ingin terlalu larut dalam kegundahan. Ia coba hapus semua memori yang pernah ada untuk Putri Galamai. Lunglai langkahnya berjalan dengan tujuan yang tak berarah. Campur aduk mendengar pengakuan Putri Galamai.

Harap hanyalah tinggal harap. Semoga ada ketenangan yang membawanya memeluk asa. Siapa tahu kelak Putri Galamai bisa berubah pikiran. Ia tahu, sesungguhnya serba salah apa yang dirasa Putri Galamai. Tak ingin ia berterus terang akan perkara sebenarnya yang terjadi. Hatinya terpikat untuk Dalih, tapi di sisi lain, keinginan orang tua juga harus ia penuhi.

Lantaran kesal berkecamuk dalam hati, tak mau lagi Dalih mengangkat telepon dari Putri. Berulang kali SMS Putri memintanya untuk bertemu sebelum pergi.

‘Uda, besok aku akan berangkat ke Jakarta. Temuilah aku walau sebentar saja. Tapi jika Uda masih tidak bersedia, dan masih berkeras hati, temukanlah hati yang lebih baik selama aku tidak ada. Aku percaya, Uda akan menemukan penggantiku seperti yang Uda harapkan. Doaku akan selalu ada untuk Uda. Ini adalah SMS terakhir aku untuk Uda. Jangan pernah mencari aku kelak. Jangan pernah bertanya bagaimana kabarku di sana? Jangan bertanya hati aku milik siapa nantinya? Tak akan pernah aku menukar jodoh, karena jodoh tak akan pernah bisa tertukar. Tapi mengertilah, ini bukanlah jalan yang aku inginkan. Wassalam.’

Dalih tidak membalas kata-kata dari Putri, tapi air matanya jatuh seketika. Gelisah semakin ia rasakan saat Putri Galamai menuju Bandara Minang Kabau. Dalih pun ikut ke bandara itu, tapi hanya melihat Putri dari kejauhan saja. Sampai Putri Galamai menghilang lantaran menuju ke ruang tunggu.

Hati pemuda itu sangat lemah. Ia coba temui kedua orang tua Putri Galamai yang sedang berjalan menuju mobilnya di Parkir Bandara. Tapi jangankan mendengar sepatah atau dua patah kata saja dari Dalih, hanya lambaian tangan kiri saja yang orang tua Putri Galamai berikan, sambil berkata, 'Maaf, Bapak buru-buru.'





Hingga satu minggu berlalu, rasa penyesalan datang menghampiri Dalih. Harusnya ia menemui Putri Galamai yang pernah memintanya datang sebelum pergi. Ia coba menyapa Putri lewat akun Facebook Putri. Tapi Putri tidak pernah membalas untaian kata-kata Dalih. Berulang kali maaf ia sampaikan, sudah letih tangannya menulis untaian kata demi kata, memohon agar Putri mau bertegur sapa dengannya kembali. Putri Galamai masih bersikukuh dengan pendiriannya, tidak mau lagi menanggapi semua kata-kata Dalih.

Tak berhenti Dalih mecari kabar tentang Putri Galamai. Walau hanya memperhatikan Putri lewat status Facebooknya saja, tapi itu ia lakukan setiap hari.

Tak menyerah Dalih untuk terus menyapa Putri. Namun lagi-lagi tak pernah ada tanggapan dari Putri Galamai. Apakah perpisahan itu dikarenakan dosa dan kesalahan Dalih?

Pesan Dalih di  inbox mesenger facebook Putri Galamai.

'Putri Galamai. Terakhir engkau berkata, “Wanita punya cara berbeda untuk sebuah ketenangan, dan inilah caraku, tidak mau mengingat semua itu lagi.” Tidakkah engkau tahu, denyut nadiku seakan berhenti mendengarkan kata-katamu itu?'

Apakah seperti itu engkau yang dulu punya hati? Engkaulah wanita yang pernah menghidupkan gairah jiwaku yang dulu padam. Engkau pulalah yang menjadikan jiwa ini kembali hilang arah. Tidakkah engkau menyadari, betapa aku ingin dekat denganmu?

Mengapa ada cinta? Mengapa ada kebencian? Mengapa ada perpisahan? Apakah itu yang engkau katakan dengan takdir? Bagiku, ini belum takdir.

Alam tidak pernah mengajarkan engkau akan kebencian. Tapi engkau bertingkah seolah-olah membenciku terlalu dalam. Jakarta telah membuatmu lupa dengan segalanya. Tapi tidak dengan diriku akan engkau. Aku masih ingat saat engkau menyuapkan aku sepotong roti di ruang kelas. Aku ingat saat kita tertawa bersama di kolam renang. Aku ingat dirimu yang selalu memintaku membalas setiap SMS-mu. Aku ingat saat engkau bersandar di pundakku dalam berkeluh kesah. Aku ingat ketika engkau bersedih mengharap aku datang, dan aku tidak lupa mengecup keningmu saat kita bertemu muka. Hingga kita buat kesepakatan agar kita tidak terlalu sering bertemu muka setelah engkau berhijab. Aku ingat semuanya. Kini engkau berdiam diri di Jakarta.

Satu bulan sudah kenangan kita berlalu, hingga sekarang masih saja mengganggu di kepalaku. Aku ingin kita kembali ke masa-masa yang dulu, saat kita masih bersama dulu, jauh dari ratapan lantaran merinduimu. Jika diizinkan, aku ingin menyusulmu ke Jakarta.

Kukirim segenap doaku untukmu, sambil menunggu jawaban darimu untuk kita kembali bersama. Tak kuinginkan ada dendam dan kebencian di antara kita. Lantaran dipisahkan hanya oleh keadaan semata. Semoga hatimu damai di kota sana.

Mohon dijawab!










Popular posts from this blog

Rotan Itu Hanya Melengkung, Bukan Patah! |Adosinfo

By: DR Taktik dan siasat tidak hanya berlaku dalam politik. Tapi juga dalam hal lainnya, termasuk dalam dunia usaha, yang menggunakan bermacam cara untuk mencari keuntungan lebih. Itu hal positif selama dilakukan dengan cara yang positif pula. Tapi apa jadinya jika siasat itu dilakukan dengan cara yang tidak transfaran, penuh kecurangan. Mungkin gelagat pecundang bisa tak terlihat saat kebohongan ia lakukan. Nyalinya tak gemetaran ketika ada sesuatu hal yang diperdebatkan. Tapi bagi seorang pemenang, harus mampu membaca arah siasat buruk itu, untuk menyiapkan siasat lainnya, agar tidak merasa dirugikan. Tak perlu berargumen panjang lebar untuk menguji sebuah kebenaran. Tak perlu menggunakan kedua tangan untuk meruntuhkan kokohnya sebuah komitmen, selama hal itu masih berlaku untuk hal-hal yang positif. Satu hal yang perlu difahami: Rotan itu hanya melengkung, bukan patah!! Hanya kelapukkan yang bisa mematahkan rotan. Tunggulah rotan itu lapuk pada waktunya.

Hiduplah Seperti Kereta Berjalan | Adosinfo

Hidup akan terus berjalan, tapi banyak hal yang perlu kita ketahui bagaimana mestinya menjalani hidup semestinya? Karena yang namanya hidup tidak lepas dari ujian ataupun cobaan. Walau adakalanya hidup menerima puja dan pujian, hidup tidak lepas dari caci dan hinaan. Bergantung atas apa yang telah kita perbuat di muka bumi ini, dan bergantung bagaimana sudut pandang orang-orang yang menilai kita.  Ya… begitulah hidup, tidak semua keinginan mampu kita wujudkan, lantaran hidup ini akan ada liku dan jalan terjal. Hidup butuh inspirasi dan motivasi untuk meraih sesuatu. Tapi hidup ini terlalu terbalut angan bila hanya terinspirasi oleh kisah kesuksesan seseorang, atau termotivasi oleh omongan seseorang yang memang ahlinya sebagai motivator ulung, yang mampu merangkai kata demi kata. Kita mesti bijak menyikapi sebuah inspirasi dan motivasi. Karena cerita orang sukses akan tetap jadi cerita yang menggiurkan, bila memang mereka mampu meraih kesuksesan dalam hidup mereka. Tapi bila mere

6 Alasan Yang Membuat Anak SUPM Layak Jadi Pemimpin

Secara konstitusional maupun nonkonstitusional,  politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan. Tak sedikit di antara mereka yang haus akan kekuasaan, berlomba-lomba untuk bisa jadi pemimpin. Tak peduli asalnya dari mana, tak penting latar belakangnya apa. Karena syarat jadi calon penguasa tidak pernah mempertanyakan asalnya dari mana? Kuliah lulusan apa? Atau wawasannya apa saja? Yang penting bisa jadi penguasa, apapun caranya itu. 'Ehem.' Bermacam sudut pandang mengatakan, bahwa untuk jadi seorang pemimpin tentunya diperlukan wawasan yang luas, ulet, kompeten, bertanggung jawab, plus dukungan penuh oleh orang-orang yang akan dipimpin.  Itu bukanlah perkara yang mudah. Banyak terjadi di dunia perpolitikan, pemimpin-pemimpin yang hadir, jauh dari apa yang kita harapkan, seringkali kacang lupa dengan kulitnya. Berbeda jauh dengan anak-anak SUPM, yang tetap ingat dan mengayomi bawahannya, meski jarak umur berpuluh tahun sekalipun. Ya sudahlah! Dunia po